Adib pun menduga adanya keterlibatan oknum atau kongkalikong antara pihak internal dalam hal ini BPN Kabupaten Tangerang dan pihak eksternal atau pemohon NIB.
“Itu dikerjakan dalam waktu yang bersamaan tidak lebih dari sekitaran 2 bulan, notarisnya 1 (pengurusan NIB),” bebernya.
“Karena bagaimanapun mafia tanah tanpa orang dalam tidak akan bisa mengambil tanah sebanyak itu,” bebernya,” sambung dia.
Adib menambahkan, persoalan kasus mafia tanah ini harus segera diselesaikan sehingga tidak merugikan rakyat. Mulai dari pembenahan internal BPN Kabupaten Tangerang.
“Benahi dulu BPN. Percuma kita mengadili mafia tanah tanpa keterlibatan aktor intelektual, tanpa ada oknum di BPN itu. Karena nanti akan muncul lagi dan tidak akan pernah selesai,” tegas Adib.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menyampaikan hal serupa.
Menurutnya negara harus turun tangan untuk mengatasi kasus mafia tanah seperti yang terjadi di Tangerang. Sebab, ada dugaan melibatkan persekutuan pemodal besar dan organisasi preman.
“Negara wajib memberi perhatian khusus karena terhadap kelompok mafia tanah seperti ini, hukum seolah tumpul,” kata Haris, Minggu (28/2/2021).
Haris mengaku menemukan banyak kejanggalan atas dugaan kasus penyerobotan lahan di Tangerang itu.
Contohnya, NIB dan atau SHM atas nama Vreddy dan Hendri, diterbitkan dengan total luasan bidang tanah masing-masing sebesar 500 dan 200 haektare.
Padahal, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian, telah membatasi luasan kepemilikan tanah pertanian hanya sebesar 20 hektar.
Haris pun mengungkap sejumlah kasus perampasan tanah bersertifikat di Kabupaten Tangerang yang terindikasi bekerjasama dengan organisasi preman.
“Ketika masyarakat ke lapangan mempertanyakan persoalan ini, sejumlah preman mengintimidasi,” tutupnya. [pojoksatu]