Sebanyak 39 Warga Negara Indonesia (WNI) berusia belasan tahun diselundupkan ke Mesir, dengan iming-iming mendapat beasiswa dan kuliah di Universitas Al-Azhar, pihak KBRI Kairo berhasil membongkar upaya penyelundupan manusia itu. Demikian siaran pers Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo, Selasa (17/6).
Sebelum ke Mesir, para calon mahasiswa itu diperas oleh calo masing-masing sebesar 17 juta rupiah untuk biaya perjalanan dan penampungan sementara di Kairo. Calon mahasiswa yang terdiri atas 22 wanita dan 17 pria tersebut berasal dari sebuah pondok pesantren di provinsi Banten. Para calon mahasiswa memperoleh rekomendasi dari Kantor Dinas Departemen Agama Provinsi Banten, yang diduga palsu.
Di antara rombongan calon mahasiswa itu, terdapat pula enam wanita yang tujuannya bukan kuliah, tetapi untuk menjadi tenaga kerja wanita (TKW).
Seorang pria warga negara Indonesia (WNI) berinisial "OF" dan seorang wanita warga negara Mesir berinisial "N" yang bersuamikan WNI dan tinggal di Indonesia bertindak sebagai calo dan mendampingi mereka.
Modus operandinya, para calon mahasiswa itu dibebani biaya 17 juta rupiah dengan janji bahwa mereka akan diterima di Universitas Al-Azhar tanpa tes dan akan mendapat beasiswa sebesar 50 dolar AS (sekitar Rp460.000) setiap bulan hingga selesai kuliah di negeri Seribu Menara itu.
Selain itu, sambil kuliah, mereka juga dijanjikan dapat bekerja di keluarga Mesir selaku orang tua asuh. Mereka diberangkatkan melalui Malaysia setelah memperoleh visa dari Kedutaan Besar Mesir di Kuala Lumpur.
Menurut KBRI, pengiriman calon mahasiswa ini digolongkan ilegal karena berlawanan dengan aturan yang ditetapkan Departemen Agama (Depag) Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Depag membuat aturan bahwa calon mahasiswa Indonesia yang ingin kuliah di Universitas Al-Azhar harus melalui tes terlebih dahulu yang diselenggarakan Depag di Indonesia.
Duta Besar RI untuk Mesir, Abdurrahman Muhammad Fachir telah menginstruksikan pengusutan kasus tersebut hingga tuntas, dan melindungi WNI yang terlantar.
"Kasus ini dapat dikategorikan sebagai penyelundupan manusia, salah satu kejahatan terorganisir lintas negara yang umumnya melibatkan sindikat kejahatan, " kata Dubes Fachir. (novel/ant)