33 Tahun MUI: dari 'Bunker' Masjid Istiqlal, ke Seberang Tugu Proklamasi

Memasuki usia ke-33 tahun Majelis Ulama Indonesia yang akan diperingati pada 26 Juli mendatang, MUI mendapatkan kado istimewa berupa gedung kantor baru yang letaknya berseberangan dengan Tugu Proklamator, di Jalan Proklamasi No. 51, Jakarta Pusat. MUI yang merupakan wadah para ulama, zuama dan cendikiawan muslim Indonesia sejak berdiri tahun 1975 lalu, sempat dua kali berpindah kantor.

Pada saat MUI dipimpin oleh Ketua Umumnya yang pertama Al-Maghfurlah Prof Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang populer disapa Buya Hamka, berkantor di sebuah sudut bangunan di lingkungan Masjid Al-Azhar, Jl. Sisingamangaraja Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ketika itu jumlah pengurus MUI hanya sekitar 40 orang, dan empat orang staf sekretariat. Enam tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1981 kantor MUI hijrah ke lingkungan Masjid Agung Istiqlal di Taman Wijayakusuma, Jakarta Pusat.

"Kantor MUI selama ini mengisi beberapa petak ruangan di bangunan basement yang seluruh temboknya tertutup dengan marmer yang kokoh, seperti layaknya di dalam bunker, " tutur Sekum MUI Ichwan Syam saat Acara Peresmian kantor MUI, di Jakarta, Kamis (24/7).

Namun, impian para pengurus MUI akhirnya menjadi kenyataan, setelah berfikir panjang untuk mencari jalan keluar agar keinginannya terwujud. Dan hasrat jajaran pengurus MUI pusat semakin menggebu, ketika mengetahui bahwa sebanyak 25 dari 33 kepengurusan MUI Propinsi telah memiliki kantor sendiri, ini berarti MUI daerah lebih memiliki kemampuan.

Jalan terbuka, bagi pengurus MUI Pusat untuk mewujudkan impian untuk memperoleh kantor yang layak ketika dalam sebuah acara yang diselenggarakan MUI, keinginan tersebut diutarakan kepada Menteri Agama RI M. Maftuh Basyuni yang menjabat sebagai Penasehat MUI. Gayung bersambut, keinginan MUI diamini oleh Menteri Agama.

Akhirnya bekas kantor Djawatan Pendidikan Islam Departemen Agama RI, yang kemudian menjadi rumah dinas pejabat Depag, dan yang terakhir digunakan sebagai kantor sejumlah LSM itu dipugar untuk dirubah menjadi Gedung baru MUI yang terdiri dari empat lantai. Pembangunan yang selama 13 bulan mulai Juni 2007 sampai Juli 2008 itu, menelan biaya sekitar 8, 9 milyar rupiah dari dana APBN.

"Tanah dan bangunan ini tetap milik negara, dalam hal ini Depag, MUI hanya diberikan hak untuk memanfaatkannya, sekaligus untuk mengelolanya dan memeliharanya sebagaimana tertuang dalam Kepmenag No.84/2008, " papar Ichwan Syam.

Perpindahan MUI dari lingkungan masjid ke gedung perkantoran itu sempat pula menimbulkan kegalauan bagi sejumlah pengurus, pantaskan MUI berkantor terpisah dari masjid. Harapan untuk dekat dengan masjid masih terus membayang dibenak para pengurus MUI, sebab gedung baru itu belum dilengkapi masjid, meskipun disetiapnya disediakan fasilitas tempat sholat dan tempat wudhu.

Sisa lahan sekitar 200 Meter persegi yang tersedia diharapkan dapat berdiri bangunan masjid, perpustakaan, dan ruang sidang komisi fawta MUI.

"Alangkah bahagianya kami, kalau di antara hadirin dan undangan ada berniat untuk melakukan investasi akhirat dengan membangun masjid, perpustakaan, dan ruang sidang bahsul masail diniyah bagi Komisi Fatwa MUI, " ujar Ichwan Syam dihadapan para tamu yang di antaranya Menteri Agama M. Maftuh Basyuni, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufik Effendi, Wakil Ketua MPRRI A.M Fatwa, Wagub DKI Jakarta Prijanto, dan perwakilan negara muslim.

Ada tidak masjid di kantor MUI yang baru bukan hal yang terlalu penting, karena bagi umat Islam di Indonesia yang terpenting dengan hijrahnya MUI ke tempat baru, tumbuh semangat baru bagi MUI yang merupakan wadah berkumpulnya ulama untuk terus meningkatkan perannya memberikan pencerahan, mengembangan dakwah untuk kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia. (novel)