Sebelumnya, LSI merilis survei soal tren persepsi publik tentang demokrasi, korupsi, dan intoleransi. Hasilnya, 84 persen responden tidak keberatan jika warga muslim yang membangun tempat ibadah di daerah yang mayoritas warga nonmuslim.
Sekitar 78 persen warga nonmuslim juga tak keberatan jika punya bupati dan gubernur muslim. Sebanyak 86 persen nonmuslim tak keberatan juga punya presiden muslim.
Dari data yang didapat, LSI mengatakan aksi 212 bukan puncak dari intoleransi, melainkan justru menjadi keran munculnya intoleransi lainnya.
“Aksi 212 bukan merupakan puncak radikalisme, tapi 212 buka keran naiknya intoleransi. Minimal kita punya perbandingan di akhir 2016 awal 2017,” terang Peneliti Senior LSI Burhanuddin Muhtadi di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Senin (24/9).
Survei ini dilakukan kepada warga Indonesia yang punya hak pilih pada pemilu, yakni yang sudah berusia 17 tahun atau lebih. Survei dilakukan pada Agustus 2018 dengan sampel 1.520 responden. Metode yang dipilih adalah multistage random sampling.(dt)