Penolakan kebijakan import beras tidak hanya datang dari kalangan legislatif melalui hak interpelasi, sejumlah organisasi masyarakat yang konsen dengan isu pertanian antara lain, Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Dewan Tani Indonesia (DTI), Aliansi Petani Indonesia (API), Petani Mandiri, Komite Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Konsorsium Pembangunan Agraria, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia, Institute Global Justice serta Pokja PA-PSDA, menyatakan penolakannya terhadap keputusan pemerintah mengimpor beras sebanyak 210 ribu ton pada bulan Oktober mendatang.
"Tidak ada keseriusan dari pemerintah, hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Inpres No.13 tahun 2005, yang di situ hanya menjelaskan faktor-faktor yang lebih menekankan pada harga, tetapi tidak hal-hal yang berkaitan dengan produktivitas,"ujar Ketua Umum Dewan Tani Indonesia Ferry Juliantono dalam jumpa pers, di Sekretariat Dewan Tani Indonesia, Jakarta, Jum’at (15/9).
Menurutnya, penerapan inpres itu sulit dilakukan, karena lebih cenderung mengatur harga pembelian gabah atau beras petani, bukan upaya untuk melakukan diversifikasi dan produksi pangan pascapanen. Oleh karena itu dirinya menyarankan agar Inpres No.13 tahun 2005 dirubah menjadi Peraturan Presiden, sehingga dapat menjadi parameter seluruh pihak yang mempunyai kepentingan dalam kebijakan perberasan nasional Lebih lanjut Ferry menegaskan, kebijakan import beras tersebut dapat merugikan petani baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ia menambahkan, berdasarkan hasil rapat koordinasi perberasan seluruh Indonesia yang dilakukan di Bandung beberapa waktu lalu, seluruh propinsi kecuali Kalimantan Timur, Aceh, dan Kepulaan Riau menyatakan surplus beras, sehingga dapat dikatakan stok beras nasional cukup.
Sementara itu anggota Federasi Serikat Petani Indonesia A. Yakub menegaskan, ketergantungan dengan produksi pangan dari luar, menggambarkan situasi yang memburuk, padahal itu tidak seharusnya terjadi jika pemerintah dapat menerapkan UU Pokok Agraria No.5 tahun 1960 yang selama ini diabaikan.
"Kita pernah mengklaim swasembada pangan tahun 1983 dan 1985, tetapi kita juga tetap impor beras sampai sekarang sejumlah 210 ribu ton, kedelai 1,2 juta ton, dan juga impor hewan ternak," tandasnya.
Oleh karena itu Ia meminta, agar pemerintah melakukan reformasi dibidang agraria, sehingga petani dapat memperoleh kebebasannya untuk menghasilkan produksi yang lebih besar.
Dalam rangka memperingati Hari Tani Indonesia, seluruh organisasi yang konsen dengan isu pertanian, mahasiswa dan elemen masyarakat akan melakukan aksi unjuk rasa pada tanggal 18 September 2006, mulai dari Istana Negara Jl. Medan Merdeka Utara, menuju Kantor World Bank, Jl. Jend. Sudirman Jakarta Pusat. (novel)