Bantuan asing kepada dunia pesantren tidak boleh mengikat dan merubah kurikulum. Sebab, pesantren adalah lembaga pendidikan independen yang punya kewenangan dan kemandirian sendiri dalam pengelolaannya. Demikian anggota Komisi VIII FPKS DPR RI DH. Al-Yusni, di Jakarta, Rabu (29/3) menanggapi sejumlah bantuan asing dalam bentuk dana, kerjasama, maupun pembangunan fisik pesantren.
Beberapa waktu yang lalu sebuah lembaga Non-Government Organization (NGO) asal Jepang menawarkan program kerjasama di bidang sains kepada sejumlah pesantren dengan syarat kurikulum keagamaan dikurangi, dan digantikan dengan kurikulum sains. Konon, Perdana Menteri Inggris Tony Blair juga tengah berkunjung ke sejumlah pesantren untuk melakukan kerjasama.
Ia berharap paket bantuan dan kerjasama itu bukan menjadi pintu masuk bagi pihak asing untuk mengawasi pesantren.”Untuk meningkatkan lembaga pendidikan ini jangan sampai digunakan untuk mencurigai lembaga pesantren. Karena pesantren itu lembaga yang mengajarkan moralitas, bukan kekerasan atau terorisme seperti yang selama ini dituduhkan mereka,” tegasnya.
Ia menyatakan, “Bagi kita memajukan dunia pesantren itu positif, apakah itu dalam bentuk dana, sarana fisik atau kerjasama. Tapi, pesantren itu punya otoritas sendiri. Jadi pesantren itu punya kewenangan sendiri. Kita ingin kerjasama itu tanpa syarat. Kalau ada unsur menekan kepada pesantren maka harus kita tolak."
Menurutnya, selama ini dunia pesantren bisa hidup dan menjalankan aktivitas secara mandiri tanpa bantuan dari pihak luar. “Tanpa bantuanpun pesantren bisa jalan. Karena itu dalam pola kerjasama ini tidak boleh ada barter kurikulum,” tegasnya.
“Yang namanya kerjasama silahkan, asal tidak menganggu kinerja dan kurikulum pesantren. Tapi kita juga berpandangan posistif dengan kunjungan dan kerjasama dari asing itu kepada pesantren. Ini artinya pesantren adalah lembaga yang istimewa. Karena pesantren dapat melahirkan tokoh-tokoh nasional dan menjadi penjaga moral,” katanya. (dina)