‘Parlemen adalah alat yang paling penting dalam menjalankan reformasi. Karena parlemen berfungsi untuk mereformasi undang-undang. Parlemen juga merupakan alat yang penting untuk melakukan perbaikan pada kehidupan politik, ekonomi, sosial di negeri-negeri Islam’. Pernyataan itu disampaikan Ali Muhammad Ali Jawis, anggota parlemen Sudan mewaliki partai Al-Ikhwan Al-Muslimun di negeri itu, Sabtu 20/1 di sela-sela pertemuan para anggota parlemen dari 25 negara.
‘Namun parlemen bukan alat satu-satunya untuk menyelesaikan semua masalah’, tambahnya. ‘Karena masih banyak alat-alat lain untuk melakukan reformasi yang ada di masyarakat’.
Dalam pandangan tokoh yang mengenakan pakaian khas Sudan dengan ini, para peserta dalam forum The International Forum for Islamist Parliamentarian (IFIP) di Jakarta yang memang anggota parlemen muslim mewakili rakyat dari negeri masing-masing, punya peran besar dalam mensukseskan reformasi. Baik di bidang undang-undang, atau kerja sama dengan sesama negeri Islam, juga dalam penyebaran fikrah Islam, seperti tentang kepastian hukum, keadilan dalam pemanfaatan kekayaan alam dan masalah lainnya.
Terkait dengan komentar beliau tentang program senjata nuklir Iran, menurut pendapat pribadinya, kalau pun terbukti ada, seharusnya Iran berhak untuk mengembangkannya. Sebab setiap negeri berhak untuk melindungi negara masing-masing. Kalau Israel, India dan negeri lainnya punya senjata nuklir, mengapa Iran dilarang?’, ujarnya sambil mempertanyakan kebijakan negara yang ingin melarang Iran dalam memiliki senjata nuklir.
Namun beliau buru-buru menegaskan bahwa apa yang dikatakannya tidak mewakili pemerintah Sudan, juga tidak mewakili parlemen negerinya. Ungkapan itu semata-mata pandangan pribadinya melihat ketimpangan yang menimpa dunia Islam.
Di Sudan sendiri ada 30-an partai yang mewakili 30-an juta rakyat. Partai Al-Ikhwan Al-Muslimun sendiri adalah salah satu di antaranya, yang memiliki kaitan langsung dengan Al-Ikhwan di Mesir. Namun tiap negeri punya kebebasan masing-masing’, tukasnya tentang hubungan partainya dengan jamaah Al-Ikhwan di Mesir.
Beliau mengakui bahwa partainya, Al-Ikwan Al-Muslimun bukan partai terbesar di Sudan. Yang terbesar adalah partai berpaham sekuler Al-Harakah Asy-Sy’biyah (Gerakan Rakyat) yang punya basis masa di Sudan Selatan.
Ditanyakan tentang kesertaan wanita dalam parlemen di negerinya, beliau mengatakan bahwa para wanita diikutkan dalam parlemen. Tiap partai punya anggota dewan dari kalangan wanita. Namun partainya justru tidak punya, bukan karena dilarang, hanya kebetulan tidak mendapat kursi. Namun baginya tidak masalah untuk anggota parlemen wanita. (ust)