Eramuslim.com – Selain aparat hukum, ormas islam ikut turun mencari fakta sebenarnya atas kerusuhan yang terjadi di Tanjungbalai, Sumatera Utara (Sumut) pada Sabtu (30/7) lalu.
Investigasi itu dilakukan selama dua hari oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumut. Kesimpulan mereka, biang kerususahan tersebut adalah Meliana. Namun hingga kini warga keturunan Tionghoa itu belum mendapatkan tindakan dari aparat kepolisian.
Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PWM Sumut, Teguh Syuhada Lubis mengungkapkan, alasan mereka menyebut Meliana sebagai pemicu kerusuhan tersebut, karena Meliana yang memancing kemarahan warga dengan sikap dan perkataannya.
Diceritakan Teguh, sebelum kerusuhan terjadi seorang Nazir Masjid Al-Makhsum di Jalan Juanda, Tanjungbalai, yang akrab dipanggil Wak Lobe, ditegur oleh Meliana untuk mengecilkan volume suara masjid tersebut. Meliana menganggap, suara itu mengganggu kenyamanannya.
Keberatan Meliana kemudian disampaikan kepada nazir masjid lainnya. Kemudian sejumlah nazir mesjid melakukan diskusi ringan untuk menyikapi teguran Meliana tersebut.
Alhasil, para nazir memutuskan untuk mempertanyakan langsung hal itu kepada Meliana.
Sayang saat mereka mendatangi rumah Meliana, dia sedang tak di rumah. Para nazir hanya bertemu anak Meliana. Saat disampaikan tujuan mereka datang, anak Meliana malah memberikan respons yang mengecewakan para nazir masjid ini.
“Anak Meliana malah menjawab dengan nada tinggi. Terjadi perdebatan mulut. Karena masjid berada di tengah jalan, perdebatan itu didengar oleh masyarakat,” kata Teguh Syuhada Lubis dilansir Sumut Pos (Jawa Pos Group), Jumat (5/8).
Warga yang mendengar keributan, mengerumuni rumah Meliana. Kericuhan pun tak terelakkan. Namun, beberapa diantaranya berhasil dievakuasai ke Kantor Lurah.
Menurut Teguh, media sosial pun turut menyebarkan informasi berbau SARA. Artinya, media sosial juga mengkampanyekan jika etnis Tionghoa di Tanjungbalai tak senang mendengar suara adzan dari masjid.
Dia menambahkan, Meliana juga turut diboyong ke Kantor Lurah Tanjungbalai. Di sana, Meliana masih enggan meminta maaf. Bahkan, Meliana juga menolak mengucapkan kata maaf kepada warga dengan nada tinggi.
“Dari situlah terjadi perusakan wihara itu. Ini hasil investigasi kami. Aksi perusakan yang berujung kericuhan itu terjadi bukan direncanakan,” kata Teguh.
“Melainkan spontanitas karena Meliana menolak minta maaf. Penanganan kasus ini harus mengedepankan UU No 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Dan PP No 2 tahun 2015. Itu sudah komprehensif melakukan penanganan kericuhan di Tanjungbalai,” pungkas Teguh. (ted/iil/JPG)