Dalam pandangannya waktu itu, apa gunanya lagi menuruti kemauan mereka? Lebih baik hidup dengan penuh kebebasan.
Ia ingat, sebelum menjalankan keputusannya hidup di jalanan-dirinya cenderung berislam secara sinkretisme. Bukan dengan kemauannya sendiri, melainkan arahan dari orang-orang terdekatnya.
Sebagai contoh, saat masih belia dirinya pernah diajak berziarah. Namun, tujuannya bukan untuk mengingat kematian, melainkan mendapatkan aura keahlian dari si mayat.
Bahkan, sempat pula Anton muda disuruh melakukan puasa mutih. Selama dua tahun, ia hanya makan nasi putih, singkong dan minum air putih. Pada tahun kedua, ia diajari ilmu kebal.
Sempat dirinya berpikir, Nabi Muhammad SAW saja tidak kebal saat mengikuti berbagai medan jihad, semisal Perang Uhud. Gigi beliau sampai-sampai tanggal karena diserang musuh.
“Saya juga waktu itu diminta memandikan keris dan barang lain yang diagungkan. Namun, lambat laun saya meninggalkan hal tersebut. Jadi, saya pernah murtad, tetapi tidak syirik,” ujarnya kepada Republika, baru-baru ini.
Aktivis organisasi mualaf Ibrahim Alhanif Centre dan Forum Arimatea Jabodetabek itu menam bahkan, satu momen penting dalam hidupnya terjadi pa da 1998. Saat itu, dirinya berjumpa dengan seorang penganjur ajaran sekte.
Orang tersebut memperkenalkannya pada sebuah agama non-Islam yang-dalam pemahaman sekte ini-mempercayai adanya satu Tuhan.