Mirip Pandemi 1918, COVID-19 Disebut Bisa Sembuh dengan Sinar Matahari

Pertama-tama, Hobday menjelaskan, ketika berada di luar ruangan, pasien kurang rentan terhadap kuman yang ada di bangsal rumah sakit, karena udara bersih menciptakan lingkungan yang sebagian besar steril.

Pada 1960-an, para ilmuwan Kementerian Pertahanan membuktikan bahwa udara segar merupakan disinfektan alami. Mereka menemukan sesuatu di dalamnya, bernama Faktor Udara Terbuka, membunuh bakteri di udara dan flu lebih efisien daripada udara di dalam ruangan. Mereka juga menemukan bahwa kekuatan disinfektan ini dapat dipertahankan di dalam ruangan, jika ruangan berventilasi baik.

Namun pada saat mereka menemukannya, perawatan di udara terbuka diganti dengan antibiotik, sehingga udara segar tidak dilibatkan dalam pengendalian infeksi dan desain rumah sakit lagi.

Masker bedah juga pernah dipakai satu abad yang lalu, tetapi karena masker tersebut tidak menutup seluruh area di sekitar wajah, masker dianggap hanya menawarkan perlindungan parsial dan tidak menyaring partikel udara kecil.

Inilah sebabnya mengapa karyawan rumah sakit Boston kemudian membuat masker improvisasi, yang terbuat dari lima lapis kain kasa. Kerangkanya dipasang di wajah, mencegah filter menyentuh mulut dan lubang hidung, dan diganti setiap dua jam. Selain itu, mereka juga sangat menjaga kebersihan diri dan lingkungan di rumah sakit.

Faktor lain yang berkontribusi terhadap tingkat infeksi dan kematian yang relatif rendah adalah kecepatan pendirian rumah sakit terbuka sementara.

“Jika 1918 lain datang atau krisis COVID-19 semakin memburuk, sejarah menunjukkan bahwa mungkin lebih bijaksana untuk mendirikan tenda dan bangsal pra-pabrikasi yang siap menangani sejumlah besar kasus sakit parah. Banyak udara segar dan sedikit sinar matahari mungkin bisa membantu juga,” tutur Hobday. (vv)