HUJAN deras membasahi bumi Konstantinopel pada 26 Mei Mei 1435 M. Kilatan-kilatan petir menyambar. Salah satu petir menyambar gereja Hagia Sophia. Pendeta Nasrani dilanda pesimistis dan murung.
Dia kemudian pergi menemui Kaisar dan memberitakan apa yang terjadi, bahwa Tuhan telah meninggalkan mereka. Kota itu akan segera jatuh ke tangan pasukan Turki Utsmani. Kaisar merasa terpukul dengan penuturan tersebut dan langsung pingsan.
Sementara itu meriam-meriam tentara Utsmani terus menggempur pagar-pagar kota dan benteng-benteng pertahanannya. Sebagian besar pagar kota dan benteng-benteng telah hancur.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah mendiskripsikan, parit-parit dipenuhi puing-puing perserakan, sehingga tidak mampu lagi dibereskan pasukan penjaga kota.
Dengan demikian, Kota Konstantinopel menjadi sangat terbuka untuk diserang kapan saja. Namun pilihan tempat dan waktunya saat itu belum ditentukan.
Menurut Ash-Shalabi, pada saat yang sama, tentara Utsmani di bagian lain terus gencar menyerang tiik-titik pertahanan kota dan pagar-pagarnya dengan meriam, bahkan mereka berusaha memanjat pagar-pagar itu.
Tentara Byzantium membutuhkan kerja keras untuk memperbaiki pagar-pagar yang rusak itu dan menghalangi upaya pemanjatan pagar. Pengepungan terus berlangsung.
Hal ini membuat pasukan Byzantium berada dalam kesulitan, keletihan, serta rasa gelisah luar biasa. “Mereka dihantui rasa cemas, selain harus terus berjaga siang-malam. Secara psikologis, mental pasukan Konstantinopel sudah sangat lemah,” tutur Ash-Shalabi.