Menhan Zionis Israel Diduga Merencanakan Kudeta Terhadap Netanyahu

Netanyahu Tuding Menhan Israel Rencanakan Kudeta

Eramuslim.com – Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant diduga tengah merencanakan penggulingan karena menolak mendukung RUU wajib militer yang mengecualikan kelompok ultra-Ortodoks.

Mengutip Middle East Monitor pada Selasa (9/7), Kabinet Israel berkumpul untuk menjajaki strategi peningkatan jumlah tentara, termasuk proposal pertahanan yang memperpanjang wajib militer bagi laki-laki menjadi tiga tahun.

Gallant bersikeras bahwa kelompok Yahudi ultra-Ortodoks atau pengikutnya biasa disebut Haredi harus dimasukkan dalam RUU wajib militer tersebut dan didukung oleh semua partai koalisi, termasuk faksi Benny Gantz.

Menteri Komunikasi Shlomo Karhi mempertanyakan mengapa Gallant yang sebelumnya setuju memperluas wajib militer tanpa dukungan oposisi, tetapi mempersulit RUU Haredi.

Gallant membalas dengan menekankan peningkatan ancaman terhadap Israel dan berkurangnya jumlah personel militer. Itu mengapa semua pihak bahkan ultra-Ortodoks harus dilibatkan.

“Dari mana kamu berencana membawa tentara? Dan bagaimana Anda ingin tentara Israel terus berperang? Kami membutuhkan lebih banyak kekuatan untuk tentara,” tegasnya.

Netanyahu mengkritik posisi Gallant dalam rancangan undang-undang Haredi, dan menyebutnya telah mengambil sikap sinisme dan politisasi.

Gallant merespon dengan memperingatkan bahwa Israel di tengah kondisi yang sangat sensitif dan perlu segera mengembalikan sandera.

“Upaya politik untuk menghubungkan pembebasan sandera dengan pengecualian Haredi dari wajib militer adalah berbahaya dan tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

Ketegasan Gallant untuk merekrut warga Zionis Israel ultra-Ortodoks disambut baik oleh Menteri Kabinet Perang Benny Gantz, yang juga mengatakan bahwa partai Persatuan Nasional yang dipimpinnya akan bekerja sama untuk memajukan undang-undang yang akan menghilangkan pengecualian wajib militer umum yang saat ini diberikan kepada mereka.

Seorang jurnalis Haredi, Yanki Farber, berpendapat bahwa jika RUU pengecualian tersebut diberlakukan, maka akan mendapat kemarahan dari para penganutnya.

Farber menjelaskan bahwa setiap Haredi yang bergabung dalam tentara takut akan kehilangan sikap religiusitasnya.

“Hal itu terjadi di keluarga saya juga, ketika saya memutuskan untuk mendaftar dan orang-orang terkejut melihat saya mengenakan sebuah seragam,” ungkapnya.

(rmol)

Beri Komentar