Kata “ar-rahim” yang terjemahannya seperti di atas, dalam bahasa ilmu psikologi dapat disamakan dengan istilah “rasa empati”. Rasa empati artinya kepekaan yang tinggi terhadap diri orang lain hingga ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain tersebut. Misalnya, kalau ada seseorang melihat orang lain sedang menderita, maka sekalipun orang lain tersebut belum atau tidak pernah bercerita tentang keperihan hidupnya, namun orang yang melihat tersebut telah dapat menangkap bagaimana keadaan hati dan perasaan yang dialaminya.
Sungguh luar biasa kalau sifat “rasa empati” ini berhasil menjadi watak bagi rata-rata umat Islam di mana dan kapan saja. Bila watak ini benar-benar bisa dihayati dan fungsional, maka apa yang disebut bahwa Muhammad SAW (dalam segala ajaran yang disampaikannya) adalah rahmat bagi seluruh alam semesta (Qs Al-Anbiya’: 107), ‘dan tidaklah Kami mengutus engkau Muhammad, kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.’
Memaknai sifat “ar-rahim” berarti kita menyadari sepenuhnya bahwa karunia Allah SWT senantiasa membanjiri, walaupun kita tidak merasa memintanya. Kita dituntut untuk bersyukur dan bersyukur. Sebaliknya, terhadap sesama manusia dan sesama makhluk, kita kembang-suburkan sifat “rasa empati” yang tinggi agar kehidupan ini menjadi tampak guyub-rukun dan sejahtera. ROL
Oleh Mohammad Damami Zain, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta