Proyek penghancuran sejarah kota Al-Quds dan Masjid Al-Aqsha sedang berjalan. Israel ingin, bukan sekedar menghancurkan jalan menuju pintu Al-Maghariba dan dua ruangan bangunan yang terletak di wilayah Masjid Al-Aqsha, tapi mereka ingin menghapus masa depan masjid yang pernah menjadi kiblat pertama kaum Muslimin itu. Obsesi seperti ini sudah ada dalam rencana penjajahan yang dilakukan Israel, sejak mereka merampas Al-Quds pada 1967 dan menguasai penuh Al-Maghariba serta wilayah Tembok Al-Buraq yang sering juga disebut dengan Tembok Ratapan.
Orang-orang Israel mengklaim tembok itu sebagai lokasi peninggalan kerajaan mereka. Dan dalam perampasan Al-Quds tahun 1967, tentara Israel telah mulai merancang agenda besar penghancuran masjid dengan meratakan wilayah tembok ratapan itu dengan tanah. Sisa-sisa bangunan bersejarah itu lalu mereka bangun kembali hingga menjadi sebuah pelataran yang disebut Saahat al-mobki, atau pelataran tembok ratapan.
Selasa pagi (6/2), sejumlah buldoser Israel bergerak menghancurkan sebagian pintu Maghariba. Buldoser-buldoser Israel itu terus menerus bekerja dan menghancurkan sejumlah pagar bebatuan dan dua ruang yang dekat dengan Tembok Al-Buraq atau tembok ratapan.
Sejak pagi hari Selasa itu, pasukan Israel sudah memblokade ekstra ketat lokasi Al-Maghariba. Bukan hanya lokasi itu yang diblokade, tapi juga seluruh pintu akses masuk ke Masjid kiblat pertama itu juga dijaga ketat. Israel tentu sudah mencium kemarahan umat Islam yang pasti tersulut bila Al-Maghariba dihancurkan. Dan karenanya, tak boleh ada anasir Muslim yang masuk dan mempertahankan masjid Al-Aqsha dari dalam.
Sebenarnya, sejak tahun 1997, pintu Maghariba sudah sepenuhnya di bawah kekuasaan Israel. Meski masih terbuka dan bisa dilewati, tapi tak ada Muslim yang boleh melewati wilayah itu untuk menunaikan shalat sekalipun. Pintu itu hanya khusus untuk orang-orang Yahudi atau wisatawan yang ingin melihat-lihat areal Al-Aqsha.
Situs Islamonline melaporkan, hingga Kamis tanggal 15/2 Zionis diperkirakan telah menghancurkan 100 meter jalan Al-Maghariba. Israel juga akan melenyapkan semua bebatuan peninggalan bersejarah di lokasi itu. Jika benar-benar terjadi, inilah penyerangan paling menyakitkan sejak Israel menduduki Palestina. Akses pintu Al-Maghariba, merupakan salah satu penyangga bangunan penting bagi pagar yang mengelilingi Masjid Al-Aqsha, sehingga bila penyangga itu dihancurkan pagar akan mudah runtuh. Dan keruntuhannya itu juga sangat berpengaruh bagi keruntuhan Masjid Al-Aqsha.
Maghariba, Saksi Masuknya Rasulullah ke Masjid Al-Aqsha Sebelum Isra
Jalan menuju pintu Maghariba terbuat dari tumpukan batu-batu bersejarah yang mengarah sampai ke depan gerbang. Di awal kehadiran Islam, pintu ini dikenal dengan nama Bab Al-Yamani. Melalui pintu inilah konon Rasulullah saw masuk ke wilayah Masjid Al-Aqsha yang kemudian menjadi titik tolaknya saat diisrakan oleh Allah swt ke Shidrat al-Muntaha. Tapi sebagian sejarawan mengatakan pintu Maghariba tidak sama dengan bab Al-Yamani, karena dalam sejarah hanya ditemukan bab (pintu) al-maghariba, tidak ada nama bab Al-Yamani.
Bab Al-Maghariba adalah salah satu pintu di wilayah Masjid Al-Aqsha. Disebut juga Bab Al-Buraq dan Bab Maghariba. Di zaman Mamalik, di saat kekuasaan Al-Malik An Nashir Muhammad bin Qalawun tahun 713 H/1313 M, pintu ini menjadi pintu yang paling dekat dengan tembok Al-Buraq. Dahulunya ia hanya berupa pintu kecil, tapi kemudian diperluas. Tahun 1948-1967, pintu ini diperluas lagi hingga bisa dilalui mobil besar.
Ada yang menyebut pintu Maghariba dengan sebutan Bab Salwan, karena lokasinya yang berdekatan dengan sebuah desa bernama Salawan, di sisi Selatan Al-Quds. Secara historis, nama itu muncul sebelum zaman Fatimiyah di Al-Quds. Di zaman Nashir Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi tahun 587 H/1191 M, bab Al-Maghariba dibangun kembali bersamaan dengan bangunan pagar yang mengelilingi Al-Quds.
Klaim yang Sudah Terbantah
Soal klaim bahwa di lokasi Al-Aqsha, terdapat situs bersejarah peninggalan Yahudi, itupun sebenarnya mitos yang sudah dibatalkan oleh penelitian sejarah Israel sendiri. Sebuah lembaga penelitian modern, Jerussalem Center milik Israel, pernah melakukan penelitian detail di sekitar tembok Buraq yang dekat dengan Maghariba. Hasilnya, mereka menegaskan bahwa seluruh wilayah masjid Al-Aqsha termasuk yang disebut tembok ratapan atau tembok Al-Buraq adalah situs sejarah Islam saja, tak ada kaitannya dengan sejarah Yahudi. Hal tersebut diungkapkan sendiri oleh Samuel Berigo, doktor arkeolog Israel.
Tahun 1930, sejumlah utusan Islam juga pernah membentuk tim segitiga untuk membahas lokasi tembok Al-Buraq. Hasil kajian sejarah mereka menyebutkan, “Hanya sejarah Islam dan kaum Muslimin saja yang seharusnya memiliki lokasi tembok Gharbi yang juga dikenal dengan tembok menangis. Itu karena lokasi tembok itu merupakan bagian dari wilayah Al-Haram yang juga merupakan peninggalan sejarah Islam. Rekomendasi tim segitiga itu mendapat apresiasi dari lembaga internasional, karena hasil penelitiannya dianggap sesuai dengan standar ilmiah sejarah, netral dan objektif. Tapi ambisi serakah penjajah Zionis tidak pernah menggubris masalah itu.
Langkah untuk bisa mengubur kemuliaan Masjid Al-Aqsha juga dilakukan dengan sejumlah langkah. Tahun 1967 Israel mendirikan sinagog di perkampungan Islam berdekatan dengan lokasi Qubbatu Sakhra, sebuah masjid berkubah emas dan menjadi simbol bagi areal Masjid Al-Aqsha. Lokasi sinagog itupun kemudian dikuasai penuh oleh Isreael dengan memasang plang bertuliskan “Dalam Perbaikan, Dilarang Masuk”. Kini, tempat peribadatan itu sudah rampung dengan empat tingkat bangunan, dan dari sisi bangunan itu, Qubbatu Sakhra sudah tak terlihat lagi mengingat jarak antara sinagog dan Qubbatu Sakhra hanya 150 meter.
Lalu tahun 1969, seorang imigran Israel asal Australia membakar Masjid Al-Aqsha. Sejumlah besar bangunan masjid ikut terbakar. Termasuk mimbar Shalahuddin Al-Ayyubi juga turut hangus. Dalam kamus Zionisme, menghancurkan Masjid Al-Aqsha, baik dengan pembakaran, pemboman, dengan dinamit, atau dengan menghancurkan fondasinya memang bisa memicu perang dunia. Tapi itulah yang sepertinya dinantikan kaum Zionis. Sebagian Yahudi dan Kristen ekstrim justru memandang peperangan besar harus terjadi karena dalam referensi sejarah yang mereka yakini, kembalinya Al-Masih untuk kedua kalinya, akan menyaksikan peperangan besar yang memakan korban sangat besar. Peperangan itu diyakini dimulai di dataran Magedo, dan dari sanalah istilah perang Armagedon muncul.
Belajar dari pengalaman, Israel mungkin kini sedikit lebih berani untuk melakukan tindakan menodai kesucian Masjid Al-Aqsha. Dalam sepekan terakhir, sejak tulisan ini dibuat, pasukan Israel menjaga ketat proses penggalian situs purbakala yang diklaim berada di sekitar lokasi Masjid Al-Aqsha. Tak ada orang-orang penjajah Israel yang bergeming dengan seruan dan kecaman kaum Muslimin. Mereka terus mempekerjakan buldoser untuk menggali dan merusak sebuah tempat bernama Bab Al-Maghariba, yang menjadi salah satu akses jalan menuju Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak. Yang terancam dirusakpun bukan hanya ruas jalan penuh sejarah yang diberkahi dalam Islam, tapi juga dua ruang bangunan yang berada di dalam wilayah Al-Aqsha.
Tujuan Akhir Zionis Israel
Israel sebenarnya bukan baru kali ini merusak areal masjid Al-Aqsha di Al-Maghariba. Tahun 2004 lalu, dengan dalih memperbaiki dampak hujan dan salju di jalanan Al-Maghariba, Zionis Israel mengerahkan buldoser dan meruntuhkan tembok. Mereka juga melakukan penggalian lorong-lorong di bawahnya. Jadi, peristiwa penghancuran jalan yang dilakukan Israel sudah berlaku sejak 2004. Hanya sedikit orang Muslim yang sadar dan tahu realitas tersebut. Apa yang dilakukan Zionis Israel saat ini juga bukan aksi yang paling jahat terhadap kiblat pertama kaum Muslimin itu. Hanya saja, tindakan terakhir Israel kini, merupakan tindakan paling berbahaya dan mengancam keberadaan Masjid Al-Aqsha secara keseluruhan. Karena penghancurannya diawali dengan tahap penghancuran jalan bersejarah yang sangat bernilai dalam Islam. Dan hampir semua kalangan Islam sepakat menyebut bahwa aksi penghancuran Al-Maghariba itu akan sampai pada penghancuran gerbang Al-Buraq yang selama ini ditutup dan tidak boleh dilalui.
Menteri Luar Negeri Palestina menegaskan bahwa apa yang dilakukan Israel saat ini terhadap Masjid Al-Aqsha adalah langkah dengan "target Masjidil Aqsha untuk dihancurkan secara keseluruhan." Menurutnya, ini adalah "pembantaian nyata terhadap hak wilayah Masjid Al-Aqsha untuk proyek Yahudisasi dan mengusir anasir Islam dari wilayah tersebut. "
Thahir Nonu, pejabat unit informasi Menlu Palestina mengatakan, “Selama satu pekan penuh pasukan Zionis Israel melakukan serangan keji terhadap Masjid Al-Aqsha. Mereka terus melanjutkan upaya untuk meruntuhkan fondasi areal Masjid sedikit demi sedikit, sampai masjid itu hancur dan mereka bisa membangun sebuah Haekal yang diyakini ada di areal tersebut, di atas puing-puing masjid. Dan negara-negara Barat yang biasa nyaring berkomentar tentang perusakan tempat-tempat ibadah, hingga kini masih cenderung diam, tak ada komentar apa apa.
Jum’at (10/2), ribuan orang turun ke jalan-jalan Ghaza untuk memprotes keras tindakan keji Israel. Sementara ratusan orang di wilayah sekitar Al-Aqsha juga membuat bloakde untuk menghalangi jalan menuju Al-Maghariba yang sedang dalam tahap penghancuran. Aksi demonstrasi ini berakibat 50 orang luka-luka akibat bentrok dengan pasukan Israel. Menlu Palestina sudah meminta dunia internasional untuk segera campur tangan menghentikan penggalian tak bertanggung jawab oleh Israel tersebut. Tindakan Zionis kali ini memang tidak main-main.
Lembaga Al-Quds Internasional mengurai target lebih jauh dari lubang bawah tanah yang sudah dibangun di bawah jalan Al-Maghariba mengarah ke masjid Al-Aqsha. Penggalian ruang bawah tanah itu disebutkan telah berlangsung beberapa hari, dan kelak mempunyai target untuk memisahkan wilayah Masjid Al-Aqsha, antara milik Yahudi dan milik kaum Muslimin. Menurut lembaga yang khusus memperhatikan pembangunan Masjid Al-Aqsha itu, upaya penghancuran masjid secara fisik sudah terjadi sejak awal tahun 2005.
Mereka mencatat Israel melakukan upaya penghancuran sebanyak 66 kali dalam 20 bulan terakhir. Dan menegaskan bahwa memang target penghancuran bertahap itu guna membagi wilayah Al-Aqsha menjadi dua. Hanya saja, perang Israel-Libanon di tahun 2006 sempat menunda proyek penghancuran itu. (M. Lili NA, sumber: Islamonline, Palestine Information Center, Al-Mujtama’a, BBC)