Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia dikejutkan dengan ulah Arifinto, anggota DPR dari Komisi V dari Fraksi PKS yang tertangkap kamera tengah menonton film porno dari PC Tabletnya di tengah sidang paripurna (8/4). Di sisi lain, rumah produksi K2K Production yang dikomandani KK Dheraaj akan mendatangkan artis porno Hollywood Shasha Grey untuk bermain film di Indonesia. Ini kali kedua Dheraaj mendatangkan artis porno setelah sebelumnya juga mendatangkan Terra Patrick. Biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan Shasha Grey saja puluhan miliar rupiah. Shasha Grey akan menyusul Terra Patrick, Rin Sakuragi, dan Maria Ozawa (Miyabi) yang juga pernah main film di negeri ini.
Beberapa tahun lalu, Indonesia juga membolehkan beredarnya ikon majalah porno dunia “Playboy”. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara kedua di Asia setelah Jepang yang memberi izin resmi beredarnya majalah porno tersebut. Suatu prestasi yang sangat menyedihkan bagi bangsa yang mengaku-aku sebagai negeri muslim terbesar dunia.
Pertanyaannya, apakah semua serangan dari dunia porno ini ke Indonesia hanya kebetulan belaka atau memang ada grand scenario di baliknya, mengingat ZIonis-Yahudi ada di belakang semua industri seks dunia.
Mungkin ini kedengarannya terlalu konspiratif. Namun ketahuilah bila kita melacak sejarah segala hal yang berbau industri seks, maka kita akan menemukan jika kaum yang dilaknat Allah Swt tersebut memang senantiasa berada di belakangnya.
Talmud, Zionis-Israel, dan Industri Syahwat
Israel not the promised land for Russian sex slaves. Israel bukan tanah yang dijanjikan bagi pelacur Rusia. Demikian judul tulisan jurnalis Elisabeth Eaves, yang dimuat dalam situsnya, 23 Agustus 1998. Eaves yang bergiat di bidang pemberdayaan perempuan mengutip data yang dikeluarkan Israel Womens Network, sebuah lembaga nirlaba perempuan yang berpusat di Tel Aviv, yang menyatakan bahwa lebih dari 70% pelacuran di Tel Aviv datang dari negara-negara pecahan Uni Sovyet.
Menurut daa yang ada, setiap tahun, lebih dari 1.000 perempuan muda dari wilayah-wilayah tersebut membanjiri Tanah Palestina yang diduduki bangsa Zionis-Yahudi ini. Mereka bisa masuk ke Israel karena adanya kerjasama antara jaringan Mafia Rusia dengan Mafia Zionis-Israel, dan juga atas restu para pejabat, para pemuka agama, dan polisi setempat yang korup.
Menurut Eaves, para perempuan muda asal Rusia menganggap bahwa Zionis-Israel merupakan surga bagi kegiatan prostitusi. Secara resmi pejabat Zionis-Israel memang melarang keberadaan pelacuran di wilayah pendudukan tersebut. Namun dalam kenyataannya, banyak kalangan mengetahui bahwa rata-rata para perempuan muda itu malah digiring ke wilayah-wilayah yang dekat dengan pemukiman orang-orang Palestina, di mana ‘pemerintah’ Zionis-Israel banyak mendirikan bar, diskotik, dan rumah-rumah bordil. Pendirian tempat-tempat maksiat di daerah yang berdekatan dengan kamp-kamp pengungsi dan rumah-rumah orang Palestina ini disengaja oleh Zionis-Israel untuk menggoyahkan keimanan pemuda-pemuda Palestina dan menghancurkan moral anak-anak kecilnya.
Bukan hanya perempuan muda, Israel juga memperdagangkan anak-anak di bawah umur untuk dijadikan budak-budak pemuas syahwat, baik kepada orang-orang Yahudi sendiri maupun kepada orang-orang Arab. Di kota Tel Aviv saja, dalam jangka satu tahun, uang yang berputar dalam dunia prositusi mencapai 450 miliar dollar. Ini menurut Jewis Online Magazine, Social Action (Socialaction.com).
Sebuah laporan dari Harian Israel, Haaretz (22 Juni 2001), menyatakan, “Seorang pengemudi truk sampah yang bekerja sambilan sebagai penjaga sinagog di pusat kota Tel Aviv telah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Distrik Yerusalem atas tuduhan pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur yang mengunjungi sinagog itu. Sedikitnya, tiga anak-anak telah menjadi korban, termasuk seorang anak berusia 13 tahun yang merupakan putera dari salah seorang petinggi sinagog yang namanya tidak disebutkan tersebut.
Menurut harian Israel itu, pelaku mendekati korban awalnya dengan membujuk korban agar mencicipi narkotika. Ketika sang anak telah mencicipi, maka pelaku mengancam akan memberitahukan orangtua korban. Anak itu tentu ketakutan dan berharap pelaku tidak memberitahu kedua orangtuanya. Maka pelaku mulai memasang perangkap. Ia berjanji tidak akan melaporkan hal tersebut asal korban mau melayani hawa nafsunya. Modus yang lain adalah dengan memberi iming-iming berupa kembang gula kepada korban yang usianya masih belia.”
‘Pemerintah’ Israel dalam kebijakan resminya memang melarang segala bentuk pelacuran dan kemaksiatan lainnya. Peraturan dan perundang-undangan juga telah dikeluarkan untuk itu. Namun yang harus kita cermati, definisi pelacuran dan kemaksiatan bagi orang-orang Yahudi itu ternyata berbeda sekali dengan apa yang sudah menjadi pemahaman umum dunia. Kebijakan Zionis-Israel seluruhnay bersandar pada Talmud. Inilah basis ideologis mereka dalam setiap tindakan dan sikapnya. Talmud dianggap lebih suci dan lebih tinggi ketimbang Torah.
Dalam Talmud, kejahatan seksual hanya bisa dikategorikan perbuatan kriminal jika itu dilakukan lelaki Yahudi terhadap perempuan Yahudi lainnya. Atau terhadap sesama orang Yahudi. Karena hanya orang Yahudilah yang dianggap sebagai manusia. Sedang jika seorang lelaki Yahudi memperkosa perempuan non-Yahudi (Ghoyim), atau jika ia seorang pedofili Yahudi ‘menggarap’ bocah non-Yahudi, maka perbuatan itu bukanlah dosa, malah memberinya “rahmat Tuhan”.
Dasar pemikiran ini berangkat dari ayat-ayat Talmud yang menyatakan bahwa hanya orang-orang Yahudi saja yang manusia, sedangkan orang-orang non-Yahudi (Gentiles atau Ghoyim) bukanlah manusia melainkan sederajat dengan binatang. Jadi, melakukan kejahatan terhadap ‘binatang’ itu sama sekali tidak berdosa. [bersambung/rizki]