Lantas, apa kaitannya dengan perusahaan farmasi global tadi? Nah Novartis, Johnson & Johnson, GlaxoSmithKline atau Pfizer inilah yang merupakan penyokong dana buat Bloomberg. Melalui sebuah baddan amal yang bernama Bloomberg Initiative.
Nah, dalam urusan kepentingan farmasi global inilah, Bloomberg Initiative kemudian mengajak kongkalingkong badan kesehatan dunia WHO. Masih ingat gerakan perlawanan menteri kesehatan Siti Fadila Supari terhadap hegemoni WHO? Silahkan simpulkan sendiri.
Saya tidak bermaksud menuding jejaring Bloomberg maupun Novartis, Johnson & Johnson, GlaxoSmithKline atau Pfize, dan juga Big Pharm dan GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunisation). berkepentingan langsung terhadap pandemic covid-19.
Tapi setidaknya sekarang sudah ada gambaran, bahwa gerak kepentingan korporasi global di bidang farmasi tidak harus kita waspadai. Termasuk yang sempat saya singgung sebelumnya: Big Pharma dan GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunisation).
Kasus WHO yang memaksa negara-negara berkembang mengirimkan virus H5N1 dengan alasan flu burung, terbukti bahwa itu untuk kepentingan korporasi global buat bikin vaksin penawar. Dari sini terbukti WHO ternyata bukan lembaga netral. Hebatnya lagi, yang berani membongkar adalah seorang srikandi Indonesia. Menteri kesehatan Fadila Supari. Soal beliau kemudian dipenjara dengan dalih korupsi, itu soal lain. Malah membuktikan bahwa perjuangan ibu Supari memang di jalan yang benar. Sehingga menimbulkan kekhwatiran dari kekuatan-kekuatan korporasi global di bidang farmasi.
Sampai sekarang, Indonesia masih mempunyai ketergantungan industri farmasi pada negara-negara Barat hampir 90 persen. Sikap mantan Menteri Kesehatan Siti Fadila Supari dalam melawan hegemoni global WHO, telah menyadarkan kita semua, betapa industri farmasi dan industri kesehatan masih dikendalikan oleh kekuata-kekuatan asing.