“Selain itu, ada yang berpendapat (zona subduksi) di Jawa lebih tegak lurus, sedangkan di Sumatera lebih miring. Itu juga mempengaruhi tingkat aktivitas (seismik),” lanjut ketua kelompok kerja geodesi Tim Penyusun Buku Peta Gempa 2017 itu.
Namun bukan berarti Jawa–pulau dengan penduduk terpadat dan pembangunan infrastruktur terpesat di Indonesia–bebas dari ancaman gempa megathrust. Salah satu yang tengah menjadi perhatian adalah megathrust di selatan Selat Sunda.
“Megathrust di selatan Selat Sunda sampai Jawa bagian selatan itu secara ilmiah, kita bisa bilang, terjadi seismic gap. Artinya potensi tinggi, cuma siklus gempanya kita masih belum tahu,” ujar Danny Hilman Natawidjaja, peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Berdasar Buku Peta Gempa, megathrust Jawa di wilayah Selat Sunda diperkirakan memiliki potensi gempa berkekuatan hingga 8 M. Maka, contoh skenario terburuknya adalah kajian awal dari simulasi model komputer yang dipaparkan Widjo Kongko: gempa diikuti tingginya gelombang tsunami dalam jangka 30 menit hingga 3 jam, dan mampu menerjang seluruh kawasan pantai selatan Jawa termasuk Jakarta.
“Artinya, seluruh pantai selatan itu kalau gempa buminya besar, bisa nyebar ke mana-mana tsunaminya. Bisa sampai ke Aceh, Bali. Cuma mungkin ada yang 0,5 meter, 2 meter, 4 meter, 5 meter. Semakin dekat ke (pusat gempa), bisa sampai 10 meter atau mungkin 15 meter,” ujar Widjo ketika berbincang dengan kumparan di Gedung BPPT, Jakarta Pusat.
Peneliti BPPT ini menyatakan modelling tsunami yang ia lakukan memang mengambil kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
“Kami melakukan prediksi tsunami berdasarkan gempa yang sudah ada, dengan modelling. Tapi gempanya sendiri, kita tidak bisa memprediksi kapan datangnya,” kata Widjo.
Megathrust di daerah Selat Sunda hanyalah salah satu kemungkinan. Sumber gempa lain yang mesti diperhatikan yakni gerak sesar aktif tepat di bawah tanah yang kita pijak, tempat rumah-rumah kita berdiri.
“Kita banyak yang terlalu sibuk dengan megathrust dan melupakan sumber gempa di belakang rumah kita yang dekat dengan permukiman,” ucap Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG, kepada kumparan di kantornya, Rabu (3/10).