Eramuslim.com – Pasca Tsunami yang mengorbankan ratusan ribu nyawa Muslim Aceh, datang tsunami kedua berupa gelombang pemurtadan terhadap Muslim Serambi Aceh. Inilah catatan kecil tentang gelombang pemurtadan tersebut:
- Seorang pegawai di Children Center di Banda Aceh merasa ada sesuatu yang aneh ketika memeriksa tiap kantong makanan ringan bantuan LSM asing dihiasi gambar salib yang mencolok mata. Padahal, makanan ringan itu bukan untuk keperluan konsumsi peringatan hari Natal, Desember lalu. “Makanan ini akan disebarkan kepada anak-anak Aceh korban tsunami di barak-barak pengungsian,” ujarnya. Semula, ia tak begitu mengamati. Sejak hampir lima bulan lalu, tugasnya mengepak bungkusan-bungkusan itu. “Di tiap kantong itu, kami temukan salib-salib.”
- Dalam sebuah seminar yang dilangsungkan di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, 28 November 2005, terungkap banyak fakta terkait kasus pemurtadan di Bumi Serambi Mekkah paska tsunami. Ada seorang perempuan Aceh yang harus dioperasi karena dipaksa melayani nafsu bule dengan bayaran 1,5 juta rupiah. Lalu ada seorang da’I mengeluh karena kehilangan para santrinya pada jam ngaji karena di saat bersamaan ada pembagian paket dari lembaga missi asing di dekat lokasinya. Seorang akhwat diteror, diisolasi secara sosial dan tidak diberikan haknya sebagai korban, karena membina kamp yang dia tempati, dimana dia juga menjadi korban. Ratusan orang asing berkeliaran seenaknya di atas bumi para syuhada ini dengan cara berpakaian yang seenaknya. Padahal, sebelumnya Aceh adalah tempat di mana kita bisa melihat orang asing berpakaian sopan. Lantas ada pula simbol-simbol Yahudi yang sudah masuk ke Aceh, seperti yang ditemukan dalam paket bantuan di Puskesmas Mibo, Bandar Raya, Banda Aceh. Seorang inong Aceh bernama Cut Silviana di pengungsian Mata Ieu telah dibaptis. Yohanes Makhmud, putra asli Kabupaten Sigli, telah dijadikan seorang pendeta. “Pemurtadan itu bukan sekadar isapan jempol belaka!” tegas Rasyid Hisyami, S.Ag, dosen tetap Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry yang pernah ditugaskan di Calang dan memantau secara khusus aksi-aksi pemurtadan pasca tsunami di Aceh.
- Selain pemurtadan, pengrusakkan morak Muslim Aceh ternyata juga dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Caranya dengan memasukkan buku-buku porno ke rakyat Aceh yang menjadi korban tsunami ternyata juga dirusak moralnya dengan Bencana di Aceh kemungkinan menghadapi masalah-masalah sosial baru, salah satunya adalah ancaman pemurtadan dan masuknya buku-buku porno. Dokter Madi Saputra, relawan dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang bertugas di Banda Aceh (9/1/05) menemukan hal ini di lapangan.
- Meulaboh yang terletak di pesisir pantai Barat Aceh termasuk salah satu daerah yang sempat terisolir karena beberapa ruas jembatan yang menghubungkan Meulaboh dengan Banda Aceh putus terhantam tsunami. Di berbagai tempat pengungsian di daerah ini, para relawan asing banyak yang membagi-bagikan kaos bertuliskan Yesus, majalah Kristen, sembako dengan simbol salib, mengajarkan doa-doa Kristen, dan sebagainya. Terisolirnya Meulaboh dijadikan kesempatan bagi perampok akidah ini untuk beraksi dengan lebih sigap ketimbang di daerah lainnya. Bahkan di daerah ini beredar kabar bahwa kapal induk AS yang berlabuh di Meulaboh juga menculik sejumlah anak Aceh yang awalnya hendak diobati.
- Catholic Relief Services (CRS) mengumumkan telah menerima sumbangan untuk tsunami sebesar US$153 juta. CRS yang bermarkas di Pulo Aceh, dalam laporan Akuntabilitas Keuangan tahap pertamanya, menyatakan organisasi itu telah berkomitmen US$150 juta guna menyediakan rekonstruksi darurat dan jangka panjang kepada lebih dari 600.000 orang di komunitas-komunitas yang terkena tsunami di Indonesia dan juga di daerah-daerah lainnya seperti Sri Lanka dan India. Dana sebesar US$118 juta akan digunakan untuk membiayai rencana rekonstruksi lima tahun di Aceh dan Nias untuk membangun infrastruktur yang hancur, antara lain gereja di Aceh.
- Mission Aviation Fellowship (MAF), sebuah organisasi gereja yang khusus melayani daerah-daerah terpencil dengan armada pesawat perintisnya menyatakan akan memberi bantuan berupa pesawat terbang perintis bagi pemulihan Aceh dan Nias. Lewat MAF inilah beberapa organisasi missionaris bisa menjangkau daerah-daerah terpencil dan melaksanakan programnya. Mereka antara lain adalah Samaritan’s Purse, Operation Blessing (Obor Berkat Indonesia), Food for the Hungry, World Relief; Catholic Relief Services; The Red Cross; Habitat For Humanity; dan juga berbagai organisasi pemulihan Indonesia dan Eropa seperti Asia’s Little Ones (didukung oleh AOG); Norwegian Church Aid; International Crisis Mission; dan Swedish Rescue Service Association (SRSA).
- Selain lewat buku dan majalah, nyanyian, pembagian sembako, obat-obtaan, kaos, dan lain-lain, penyebaran salib di Aceh juga dilakukan dengan pembagian radio-radio mini kepada para pengungsi. Radio merupakan salah satu sarana paling ampuh bagi penyiaran Injil, sebab itu jauh dari publikasi, bidang broadcasting sungguh-sungguh digarap serius oleh para misionaris. Salah satu organisasi missi AS yakni Far East Broadcasting Company (FEBC) telah mengirim ribuan unit radio ke Aceh. “Kita ingin mewujudkan kabar baik dari Yesus kepada pihak-pihak yang belum pernah kesempatan mendengarkan-Nya,” ujar juru bicara FEBC seraya menyebut angka lebih dari 10.000 unit radio kecil telah didistribusikan. Lewat radio ini, para pendengar diharapkan dapat menyimak program misi Kristen yang dapat digengarkan dalam 13 bahasa daerah. Greg Harris, President FEBC mengatakan untuk sebuah radio saja, injil dapat menjangkau banyak individual dalam kelompok-kelompok. Ia memberitahu bahwa organisasinya secara teliti mendistribusikan peralatan tersebut secara efektif dan dengan demikian juga dapat memaksimalkan jangkauan potensial dari setiap unit. “Kami tidak hanya memberikan radio secara gratis, kami berusaha memberikan mereka yang benar-benar tertarik mendengar program kami dan mereka yang membutuhkannya,” ujarnya. FEBC ini didirikan di AS sejak tahun 1945 dan memiliki jaringan tingkat dunia. Dari 32 titik transmitter di seluruh dunia, radio ini telah diterjemahkan lebih dari 150 bahasa. Di Indonesia, radio ini telah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa daerah.
- Di Aceh Jaya telah ditemukan sekitar 5.000 jilid buku-buku Kristen yang ditulis dengan bahasa Aceh, seperti “Injil Lam Haba”. Pada hari Senin, 25 Jul 2005, di samping pagar TKA di Kampung Keuramat, Banda Aceh, ditemukan tumpukan majalah anak-anak yang menokohkan Yesus sebagai Tuhan. Majalah itu awalnya ditemukan salah seorang anak yang menjadi santrinya. Karena tertarik dengan majalah yang banyak gambar dan berwarna-warni, sang anak memberikan itu kepada ibunya. Mengetahui isi majalah tersebut, sang ibu kontak kaget. Kemudian dia melaporkan kepada ibu guru dan pihak Yayasan Al Abraar. Kepala Sekolah TKA Yayasan Al Abraar, Diana seperti dikutip Harian Waspada (26/7/05) membenarkan adanya majalah berisi ajaran Kristen itu. Jumlah majalah yang telah diamankan itu sebanyak 43 buah.
Berbagai kasus yang ditemukan di lapangan seperti yang dipaparkan di atas hanyalah sebagian kecil dari kasus-kasus pemurtadan yang menimpa anak-anak dan warga Aceh korban tsunami. Kasus World Help sendiri, walau pemerintah Republik Indonesia lewat Kementerian Luar Negerinya sempat menyinggung sebentar, namun hal ini terkesan sebagai lips service semata dan dibiarkan tak dituntaskan. Bahaya pemurtadan menjadi bahaya laten di Aceh hingga hari ini. Apalagi dalam merekonstruksi dan membangun kembali Nanggroe Aceh Darussalam, pemerintah juga menggandeng pihak Barat yang di dalamnya terdapat lembaga-lembaga misi. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
————————–
Dapatkan App Eramuslim for Android KLIK DISINI.