Eramuslim.com – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI mengungkap temuan terkait Reklamasi Teluk Jakarta yang kini disembunyikan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Menko Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan. Ini didapatkan KLH setelah melakukan studi selama beberapa waktu, April 2016.
Berikut ulasan dibawah ini. Simak!
1. Pasir penguruk diambil dari Pulau Tunda, Provinsi Banten. Namun, ternyata, proses pengambilan pasir di Pulau Tunda itu, tidak dilakukan kajian AMDAL terlebih dahulu.
2. Tidak ada rencana yang jelas mengenai penanganan limbah terpadu di air permukaan dan pengelolaan sedimentasi. Sungai yang bermuara di Teluk Jakarta, di antaranya Kali Ciliwung dan puluhan kali irigasi lainnya.
3. Terjadinya degradasi ekosistem pesisir dan mangrove yang belum ditangani. Indikasi muncul, menurut Menteri Siti Nurbaya, mangrove tertekan dan makin hilang. “Di Muara Angke, indikasi lapangan, ada kemungkinan mangrove mati karena air tersumbat. Alur air laut tak jalan baik.”
4. Mitigasi dampak sosial tak memadai. Begitu juga persoalan pencegahan kemiskinan dan ancaman kehidupan nelayan masih tak memadai. Di pantai utara Jakarta, kurang lebih ada 200-an nelayan yang bergantung dari laut dan pelayaran, dan jelas kehilangan lapangan kerja jika laut dikapling.
5. Pada Pulau D, reklamasi sudah terbangun, sudah banyak infrastruktur dan gedung-gedung. Namun dalam temuan KLH, itu semua tanpa dilengkapi Amdal, UKL/UPL dan izin lingkungan. Bahkan tak ada IMB.
6. Tak terjamin ketersediaan air bersih pada AMDAL yang dibuat dari pulau A hingga N.
7. Kegiatan vital yang akan terpengaruh seperti listrik, gas dan lain-lain, ternyata tak dikaji. “Kecuali Pulau G dan H memang disebutkan dan menimbulkan dampak penting. Banjir Pulau H-L tak dikaji,” tegas Menteri Siti Nurbaya.
8. Keseluruhan pulau tak melakukan kajian pemenuhan kebutuhan bahan urukan, kecuali Pulau Benda. Artinya, dari mana, sebesar apa, dan terbuat dari apa bahan urukan, tidak jelas.
9. Pulau C,D dan E, I, L, tak dikaji mengenai dampaknya terhadap PLTU Muara Karang dan Pelabuhan Tanjung Priok. Termasuk, kabel listrik dan juga lalu lintas laut.
10. Soal limpasan endapan hasil reklamasi terhadap ekosistem terumbu karang, Kabupaten Tangerang mencatat timbulkan dampak penting pada perairannya tetapi tak masuk kajian di Pulau F dan G.
11. Provinsi DKI tidak mengkaji Dampak sedimentasi terhadap sentra perikanan di Teluk Jakarta dan Pelabuhan Marina.. “Dampak sedimentasi muara sungai dan perendaman air tawar di kawasan reklamasi, Tangerang catat dampak penting. DKI tak mengkaji,” kata Menteri Siti lagi.
12. Di Pulau D, katanya, sudah terbangun sekitar 104 ruko dan beberapa rumah tinggal. Dan itu semua hanya memiliki izin reklamasi, bukan izin membangun. Artinya, tanpa IMB.
13. Pulau D menggunakan tanggul batu gunung tak sesuai dokumen Amdal. Sumber batu gunung juga tak jelas. “Perusahaan tak dapat menunjukkan bukti kontrak dengan supplier batu gunung.” kata Menteri Siti menegaskan.
14. Pulau C dan D, tak dipisahkan kanal sesuai Rencana Tata Ruang dan Wilayah Jakarta. Dalam dokumen Amdal, juga tak disebutkan detil rencana pemisahan Pulau C dan D bagaimana.
15. Di sekitar Pulau C dan D juga terjadi pendangkalan. Kala tim KLHK mewawancarai nelayan, kata Siti, mereka mengeluhkan jarak tempuh melaut lebih jauh hingga pendapatan berkurang.
16. Surat izin membangun prasarana milik pengembang, PT Jakarta Propertindo, sudah habis masa berlaku di Pulau D, surat izin membangun prasarana terbit sebelum ada izin lingkungan.
17. Di Pulau G, yang dipegang PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan Agung Podomoro, perusahaan menolak pengawasan KLH.
18. PT Muara Wisesa Samudra tak mau memberikan dokumen perizinan lingkungan. Untuk peninjauan lapangan, perusahaan menyatakan, perlu satu dua hari berkoodinasi dengan kontraktor reklamasi.
19. Pulau L selatan dikerjakan PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk. Izin prinsip sudah tak berlaku sejak 2013. Perusahaan sudah mengajukan perpanjangan tetapi belum terbit yang baru. Perusahaan tak dapat menunjukkan izin reklamasi.
20. Di Pulau L perusahaan PT Pembangunan Jaya Ancol sudah menanggul sepanjang sekitar 1.800 meter sisi utara sejak Juni 2014 dan selesai Januari 2015. Tanggul area proyek selesai kesekuruhan 2.923 meteran, tanpa izin.
21. Tambang pasir di Rumpin, Bogor, yang mengeruk pasir untuk Reklamasi, tanpa izin. Baik untuk izin mengeruk maupun mengangkut.
22. Menteri Siti Nurbaya: “Batu dari mana? Tak ada atupun perusahaan jawab darimana batu? Dari hulu ke hilir kemaksiatan terjadi”
23. Deddy Mizwar, Wakil Gubernur Jawa Barat: “Kalo usir, pasti pelarian ke Jabar dan Banten. Karena industri manufaktur 60% di Jabar. Kami tak keberatan tampung orang miskin Jakarta, tapi ini harus dijawab. Bukan hanya peraturan yang mendukung pembangunan.”
24. 200 nelayan terusir dari Jakarta Utara dan hanya dijadikan tenaga satpam kelak jika reklamasi selesai.
24 fakta ini ditutup-tutupi Ahok dan Luhut Pandjaitan. Bahkan, reklamasi terus berjalan dan tidak mengindahkan tuntutan nelayan.(ts/ppy)