Jama’ah Ikhwanul Muslimin terus mendapatkan fitnah, dan selalu dikaitkan dengan berbagai aksi kekerasan yang terjadi di berbagai negara. Berbagai tokoh dan golongan tidak jarang mengeluarkan tuduhan dan fitnah, yang mengkaitkan Jamaah yang didirikan oleh Hasan al-Banna ini dilekatkan dengan berbagai aksi kekerasan, seperti terorisme, pemboman, peledakan, dan pemberontakan.
Maka, Jamaah Ikhwan mengeluarkan pandangan dan sikap resminya berkaitan munculnya tuduhan, fitnah, serta adanya konspirasi yang sengaja menyudutkan Jamaah Ikhwan, yang berdiri sejak tahun 1928 ini, kearah posisi yang negative. Dalam pandangannya yang resmi Jamaah Ikhwan, yang tertuang di dalam dokumen yang dikeluarkannya, dan menjadi sikap dasar dari Jamaah Ikhwan itu, secara eksplisit tertera didalam buku, “Kharithah Masyru’ ur-Ru’yah asy-Syamilah lil Jama’ah Al-Ikhwan al-Muslimun 1426 H’, antara lain :
Pertama, yang menjadi karakter Jamaah al-Ikhwan al-Muslimun adalah mengajak kepada sikap moderat (wasathiyah) dan proporsional (i’tidal), membangun methode dialog dengan bijak dan nasihat yang baik dalam da’wahnya kepada Allah Azza Wa Jalla. Jama’ah melihat harakah-harakah Islam lainnya dan para aktivis Islam dengan pandangan hormat, menghargai, saling menasihati dalam masalah agama, berdebat dengan cara yang terbaik, dan bekerjasama untuk berbuat kebajikan dan takwa.
Sebagaimana pernyataan Hasan al-Banna dalam kaidah pokoknya, “Kita bekerjasama dalam hal yang kita sepakati dan saling toleran dalam hal yang kita perselisihkan”. Jika Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun berbeda dengan mereka dalam satu aspek atau pesepsi, maka ia sejalan dengan banyak aspek dan persepsi. Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun selalu bekerjsama dengan kelompok lainnya.
Kedua, kaitannya dengan aqidah dan syari’ah, dalam interaksinya, Jamaah al-Ikhwan al-Muslimun membedakan antara aqidah, ibadah dan dan syari’ah. Karena aqidah dan ibadah diaplikasikan sekaligus. Sedangkan, syariah prinsip penyampaiannya kepada manusia dan aplikasinya kepada realitas kehidupan itu bertahap. Sebagaimana tali Islam itu bisa terurai ikatan demi ikatan – maksudnya bertahap, maka begitu juga upaya kembali kepadanya juga harus bertahap.
Mengajak manusia untuk bergabung lagi di bawah panji Islam, yang mengatur semua aspek kehidupan manusia, itu menuntut langkah bertahap dalam penerapannya. Tidak dikatakan bahwa prinsip bertahap itu berhenti setelah terhentinya wahyu dan disempurnakannya agama. Karena yang menjadi masalah bukan pentahapan dalam penetapan hukum syari’ah, melainkan dalam penerapannya. Tanpa pentahapan, berbagai maslahat tidak dapat diwujudkan, terjadi kesulitan, dan semua manusia akan berpaling dari syari’ah.
Ketiga, masalah kekerasan dan terror, Jamaah al-Ikhwan al-Muslimun, mengecam dan menentang kekerasan, serta menolak setiap bentuk kekerasan apapun sumber dan pemicunya. Sikap ini didasarkan pemahaman mereka terhadap nilai-nilai Islam, prinsip-prinsipnya dan ajaran-ajarannya. Al-Ikhwan mengesampingkan kekerasan dalam setiap gerakannya, kecuali saat menghadapi musuh penjajah, di mana jihad menjadi kewajiban syar’i dan negara.
Adapun dibidang dakwah atau politik, al-Ikhwan al-Muslimun berpegang pada prinsip mengajak dengan hikmah dan nasihat yang baik, demi mengikuti firmanh Allah Ta’ala, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan batahlah mereka dengan cara yang baik”. (An-Nahl : 125). Jamaah juga berpegang pada cara dialog yang tenang sebagai upaya untuk mengajak dengan pemikirannya dan langkah politik.
Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun menolak secara mutlak pemberontakan bersenjata terhdap masyarakat dan negara. Jama’ah Ikhwan menyerukan untuk menghindari kekerasan dalams segala bentuknya, meyakini bahwa upaya menghilangkan kemungkaran dan memperbaiki masyarakat itu harus dilakukan dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan meyakini bahwa dialog merupakan jalan untuk mengokohkan stabilitas nasional dalam kehidupan bersama.
Kita menyerukan sikap, ucapan, dan orientasi yang moderat. “Dan demikian pula Kami telahmenjadikan kamu (umat Islam),umat ang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia”. (al-Baqarah :143). Jama’ah Ikhwan juga menyerukan penolakan terhadap berbagai bentuk radikalisme.
Selain itu, menyerukan hendaknya ada difinisi yang jelas tentang terorisme agar ia tidak menjadi sarana untuk memerangi kaum tertindas yang menuntut hak-haknya yang syah. Al-Ikhwan memandang jihad melawan penjajah sebagai hak legal yang diakui Islam, sebagaimana ia diakui oleh hukum-hukum agama samawi lainnya dan piagam internasional. Berbagai bangsa di dunia telah melakukann ya untuk mendapat hak kemerdekaan negerinya dari penjajahan.
Keempat, terorisme merupakan istilah baru yang menimbulkan perselisihan besar dalam mendifiniskannya di setiap negara di dunia, Tetapi, difinisi yang disepakati adalah melakukan serangan terhadap orang-orang yang tidak berdosa dengan cara penculikan, terror, gangguan, atau dengan membunuh mereka untuk merealisasikan tujuan-tujuan politik yang tidak ada kaitan dengan mereka.
Sesuai dengan difinisi ini, Jama’ah Ikhwan menolak terorisme dan tidak menerima tindakan menyakiti individu, bangsa, dan bahkan binatang. “Dan, perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas”. (al-Baqarah : 190).
Dem ikianlah, beberapa masalah pokok, yang belakangan ini menjadi isu penting, yang selalu dikaitkan dengan Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun, dan sikap pandangan yang dikemukan ini, kiranya dapat menjadi sangat jelas, bagaimana sesungguhnya pandangan dan sikap Jama’ah al-Ikhwan. (m)