Perdana Menteri pertama Singapura, hasil Pemilu 1955, bernama David Saul Marshall. Dialah pemimpin Partai Buruh yang juga berasal dari keluarga Yahudi Ortodoks Iraq. Kemenangan Marshall tentunya tak lepas dari lobi Yahudi di negeri mini ini.
Selain Marshall, Perdana Menteri yang sangat berpengaruh sehingga dijuluki sebagai ‘Bapak Singapura’ adalah Lee Kuan Yew. Lee sejak lama diketahui telah tertarik dengan Zionis-Israel dan menganggap Singapura memiliki banyak kemiripan dengan Israel.
Secara geopolitik, Singapura dan Israel sama-sama kecil dan sama-sama “dikepung” oleh negara-negara besar yang memiliki perbedaan mencolok. Jika Zionis-Israel dikepung oleh bangsa-bangsa Arab yang selalu memusuhinya, maka Singapura yang mayoritas Cina pun selalu merasa dikepung oleh bangsa-bangsa Melayu. Kebetulan, bangsa Melayu identik dengan Islam, sama seperti Arab. Jadi baik Israel maupun Singapura sama-sama merasa dikepung oleh bangsa-bangsa yang berideologi Islam.
Bukan itu saja, secara pribadi Lee juga sangat terkesan dengan sistem pertahanan dan intelijen Israel yang mampu tetap eksis bahkan menjadi negara kecil yang “super power” di tengah bangsa-bangsa besar yang menjadi musuhnya. Kecil-kecil cabe rawit, demikian pikir Lee terhadap Israel, dan Singapura harus menjadi seperti Israel di Asia Tenggara.
Pemikiran ini sudah dimiliki Lee sebelum Singapura merdeka dari Malaya. Bahkan di tahun 1962, Lee telah menjalin kontak yang erat dengan Duta Besar Israel untuk Bangkok, Mordechai Kidron, guna membangun angkatan bersenjata Singapura. Goh Keng Swee, pada waktu Lee Kuan Yew berkuasa dipercaya merangkap jabatan Menteri Keuangan sekaligus Menteri Pertahanan Singapura, menjadi penghubung antara Lee dengan Kidron.
Atas restu Lee, Goh sering terbang ke Bangkok menemui Mordechai Kidron. Mordechai Kidron menerima Goh dan menyanggupi rencana Singapura untuk menjadikan Israel sebagai “arsitek” sistem pertahanan militer dan jaringan intelijen Singapura. Tak sampai beberapa hari, Kidron segera ganti terbang ke Singapura menemui Lee Kuan Yew. “Sejak saat itu, Kidron mendatangiku beberapa kali antara tahun 1962 hingga 1963 khususnya untuk membahas pembukaan kedutaan besar Israel di Singapura,” ujar Lee (seperti dikutip dalam Lee Kuan Yew: From Third World to First, Singapore, 1963-2000: Building an army from scratch).
Di bawah kepemimpinan Lee, Singapura tumbuh menjadi satu negara kecil yang besar dan kuat. Kecil dipandang dari sudut luas geografis, namun besar dan kuat dalam pengaruhnya atas politik regional maupun perdagangan internasional. Tanggal 21 September 1965, Singapura diakui dan tercatat sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Angkatan Bersenjata Singapura Lahir Dari Rahim Zionis Israel
Harian Ha’aretz terbitan Israel edisi 15 Juli 2004 memaparkan kesaksian sejumlah mantan perwira senior tentara Zionis-Israel tentang hubungan antara negara Zionis ini dengan Singapura. Ha’aretz dengan penuh kebanggaan menceritakan bahwa Israel adalah negara yang membangun dan mencetak sistem pertahanan, intelijen, dan komando tentara Singapura dari awal hingga sekarang.
Dalam sidang parlemen Singapura tahun 1999 dilaporkan data bahwa negeri liliput ini telah menghabiskan 7,27 milyar dolar dalam setahun untuk membangun dan memutakhirkan sistem pertahanannya. Ini berarti sekitar 25% dari anggaran belanja negara itu diperuntukkan bagi anggaran militer.
Sebuah laporan dari Asian Defense Journal (2000) menyebutkan bahwa Singapura memiliki sedikitnya sepuluh jet tempur F-16D, empat pesawat jet tempur F-16B, delapan F-5T fighters, dan tigapuluh enam buah F-5C fighters, yang seluruhnya diperlengkapi dengan sistem persenjataan dan suku cadang yang komplit. Beberapa sumber lain bahkan menyebutkan jika Singapura telah memiliki seratusan pesawat jet tempur lengkap dengan sistem persenjataannya, sederetan Rudal rapier lengkap dengan radar otomatik, empat kapal selam canggih bikinan Swedia, dan aneka peralatan tempur modern lainnya.
Menteri Pertahanan Goh Keng Swee bisa dianggap sebagai salah satu orang Singapura pertama yang meletakkan ide menggunakan jasa Zionis-Israel sebagai arsitek pembangun cetak biru sistem pertahanan dan keamanan Singapura. ”Yang bisa membantu Singapura hanyalah Israel. Sebuah negara kecil yang dikepung oleh negara-negara Muslim tapi mempunyai basis militer yang kuat. Hanya Israel yang mampu membangun militer yang dinamis di sini,” papar Goh Keng Swee.
Setelah itu pemerintah Singapura diam-diam menjalin kontak dengan Israel. Permintaan Singapura disambut hangat negeri zionis tersebut. Berbagai persiapan pun digalang kedua belah pihak dengan amat intensif. Sebuah tim rahasia dengan sandi “Mexicans” pimpinan Kolonel Yaakov Elazari dari Israeli Sayeret (Israel Defence Force, IDF) dibentuk dan diperintahkan untuk segera ke Singapura. Tim ini mempunyai satu misi penting: membangun cetak biru sistem pertahanan keamanan dalam skala nasional. Salah satu hal yang pertama akan dilakukan tim ini adalah menciptakan komandan-komandan lapangan yang tangguh bagi tentara nasional Singapura.
Dari Bandara Ben Gurion, Israel, “Mexicans Team” yang diperlengkapi dengan paspor sekali pakai dengan identitas palsu ini berangkat ke Singapura. Mereka bersama keluarga tidak langsung ke negeri kecil itu, tetapi berpindah pesawat beberapa kali di berbagai negara Eropa, transit satu-dua hari, baru ke Singapura. Ini merupakan prosedur standar intelijen untuk menghindari penciuman dinas rahasia negara musuh atau pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
Sehari sebelum Natal tiba, 24 Desember 1965, enam orang perwira IDF lengkap dengan seluruh anggota keluarga mereka telah mendarat di Bandara Internasional Changi. Bagai turis dari Eropa yang ingin berlibur dengan keluarganya, rombongan itu dijemput sebuah bus travel da menghilang di tengah keramaian lalu lintas negara kota tersebut Kolonel Yaakov Elazari dan Yehuda Golan termasuk di antaranya.
Setibanya di Singapura, mereka segera menempati sebuah gedung yang dijadikan rumah tinggal. Tugas keenam perwira Israel ini adalah merekrut dan melatih para calon tentara Singapura. Latihan yang diberikan pada calon taruna tentara Singapura pun amat berat dan dengan disiplin amat tinggi. Para taruna wajib bangun sebelum pukul 5.30 dan langsung latihan hingga pukul 13.00.
Pernah ada satu kasus di mana para taruna mengajukan protes kepada Kolonel Yehuda Golan atas kerasnya latihan yang mereka terima. “Kolonel Golan, orang-orang Arab tidak sedang menduduki kepala kami. Apakah perlu latihan segila ini?” protes salah satu taruna yang menjadi juru bicara teman-temannya.
Yehuda Golan segera menyampaikan protes itu pada Elazari. Lantas oleh Elazari diteruskan kepada Menteri Pertahanan Singapura, Goh Keng Swee. Keesokan harinya, Goh Keng Swee melakukan kunjungan mendadak di base camp. Pagi-pagi sekali, para taruna itu dibariskan di lapangan apel bendera. Di depan para taruna, dengan nada tinggi sang menteri mengancam mereka, “Lakukan semua yang diperintahkan Kolonel Golan. Jika tidak, kalian akan melakukannya dua kali lebih keras! Ini bukan ancaman tapi janji saya kepada kalian!”
Setelah diancam demikian, para taruna tersebut terdiam. Rasa nasionalismenya kembali membubung tinggi saat para instrukturnya yang dari Israel selalu mengingatkan bahwa setiap saat Singapura selalu dalam keadaan bahaya karena memiliki negara tetangga yang merupakan negara-negara Muslim yang besar. Dan hasilnya sungguh menakjubkan. Kurang dari setahun Israel bisa mencetak ratusan komandan dalam pasukan Singapura.
Di kemudian hari terbukti, kerja The Mexicans Team sungguh luar biasa. Setelah sukses menuntaskan misi di Singapura, Yaakov Elazari naik pangkat menjadi Brigadir Jenderal. Setelah pensiun dari dinas Israeli Sayeret, Elazari tetap dipertahankan menjadi konsultan ahli angkatan bersenjata Singapura, bolak-balik Israel-Singapura.
Yaakov Elazari dan Yehuda Golan bisa disebut sebagai “Bapak Tentara Singapura” sebenarnya. Beberapa buku pedoman kemiliteran Singapura disusun keduanya. Ada “Buku Coklat” (Brown Book) yang mengulas panjang lebar namun sistematis tentang doktrin pertempuran, ada pula “Buku Biru” (Blue Book) yang berisi aturan dan peran Menteri Pertahanan dan dinas intelijen. Kolonel Yehuda Golan pernah mengakui jika dirinya memegang peranan utama dalam penyusunan konsep tentang pasukan infanteri.
*
Sejarah telah mencatat jika Singapura memang sangat akrab dengan Zionis-Israel dalam banyak hal. Sebab itu, tidaklah mengherankan jika para kolaborator Zionis-Israel yang ada di Indonesia sangat akrab dengan negeri mini tersebut.
Rencana perayaan peringatan HUT Zionis-Israel yang dilontarkan Unggun ‘Samuel’ Dahana pada hari Sabtu, 14 Mei 2011, memang batal. Namun Nur Muhammad ‘Benjamin’ Ketang bersama sejumlah koleganya ‘berhasil’ merayakan di sebuah kamar hotel di daerah Puncak, Jawa Barat. Anehnya, polisi sampai hari ini tidak berbuat apa-apa terhadap kolaborator Zionis ini yang jelas-jelas menistai Konstitusi Negara Indonesia.
Hal ini diyakini merupakan semacam test the water, uji coba, untuk melihat reaksi masyarakat negeri ini terhadap Zionis-Israel. Hal ini tidak akan dilakukan sekali ini saja, namun tak mustahil di masa depan juga akan timbul uji coba-uji coba baru. Dan bagaimana nantinya, sikap umat Muslim Indonesialah yang akan menjadi ukurannya. [Tamat/rz]