Memang, tulis Bung Tomo, kalau di suatu daerah sedang ada penguasa Indonesia, mereka menunjukkan loyalitasnya kepada Republik. Tapi, begitu kekuasaan Belanda menduduki daerah RI, segera Cina-cina itu membantu tuannya yang lama. “Hanya seorang atau dua saja dari seribu orang Cina di Indonesia yang benar-benar membantu perjuangan kita dengan konsekuen selama kita melawan kolonialisme. Itulah kenyataan. Dan itu mereka teruskan sampai sekarang.”
Bila Mao dan Chiang dapat melaksanakan pemulangan 2 juta warga itu ke RRC atau Taiwan, tulis Bung Tomo, kedua tokoh itu niscaya bakal tercatat dalam sejarah sebagai tokoh-tokoh Asia yang berhasil melenyapkan kolonialisme di Indonesia. “Berilah orang-orang Cina itu makan di negeri Cina sendiri.”
Pada masa perang kemerdekaan, November 1945, lewat corong radio, Bung Tomo juga kerap melontarkan pidato yang dinilai bersikap rasialis karena anti-Cina. Tema-tema anti-Cina dalam pidatonya itu, menurut Benny G. Setiono dalam buku Cina dalam Pusaran Politik, yang diterbitkan Komunitas Bambu, sudah tentu menumbuhkan sentimen anti-Cina di kalangan masyarakat Jawa Timur.
Untuk menanggulanginya, Go Gien Tjwan sebagai juru bicara Angkatan Muda Cina, berpidato dengan menekankan bahwa musuh rakyat Indonesia bukan etnis Cina, melainkan Belanda. Ia menyatakan etnis Cina juga menjadi korban penjajahan Belanda dan tidak menginginkan kembalinya penjajahan Belanda. Selanjutnya Siauw Giok Tjhan, tokoh masyarakat Cina yang kemudian menjadi menteri, anggota Majelis Konstituante, dan anggota Dewan Pertimbangan Agung, menemui Bung Tomo agar mengubah sikapnya. “Namun Bung Tomo tidak bisa diyakinkan dan tetap berpendapat bahwa sebagian besar etnis Cina pro-Belanda,” tulis Benny.
Pada akhir Oktober 1945, Siauw Giok Tjhan memimpin delegasi pemuda Tionghoa untuk bertemu dengan Bung Tomo serta tokoh-tokoh Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), Soemarsono dan Soedisman, di Nangka Jajar, sebuah kota kecil antara Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa pemuda-pemuda Cina akan bergabung dengan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia pimpinan Bung Tomo dan Pesindo.