SCL kemudian melakukan studi di sekolah menengah dan kampus lokal lalu menemukan kondisi perlawanan terhadap rezim terutama dipicu oleh banyaknya polisi dan tentara di jalanan. SCL lalu memutuskan untuk membiayai tempat-tempat demo supaya mahasiswa bergabung dan mereka terhindar dari kerusuhan.
“Demo-demo besar digelar di masing-masing kampus. Aksi ini bisa dilakukan karena ada panitia demo dan ada penggalangan dana di seantero negeri,” kata dokumen SCL.
“Demo itu sangat besar sampai-sampai mahasiswa merasa suara mereka didengarkan.”
SCL mengklaim cara kerja mereka berhasil mengurangi kerusuhan, membuat Habibie mundur dan mendorong digelarnya pemilu sampai Abdurrahman Wahid menjadi presiden pada 1999.
Dokumen itu tidak secara rinci menyebut untuk siapa SCL bekerja tapi konsultan politik itu menyatakan mereka membantu kampanye Partai Kebangkitan Bangsa dipimpin Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gusdur. Bahkan ada satu kalimat Gusdur mengatakan: “Saya berutang budi kepada SCL atas jasa mereka dalam mensukseskan pemilu.”
Pengamat Indonesia dari Universitas Murdoch Australia, Ian Wilson, mempertanyakan klaim pengaruh SCL yang dalam peristiwa reformasi 1998 di Indonesia.
“Ini hanya dibesar-besarkan saja. Kalau pun berpengaruh paling banyak hanya satu elemen kecil dalam peristiwa saat itu,” kata Wilson.
“Kumpulan kekuatan dan kepentingan yang berebut pengaruh pada waktu itu terlalu besar untuk dipengaruhi dengan cara seperti itu. Demo-demo itu sudah berlangsung berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun dalam skala dan intensitas yang berbeda,” jelas Wilson.