Ribuan orang di Pakistan diduga menjadi korban penghilangan paksa karena banyak diantara mereka yang tidak bisa dilacak lagi keberadaannya dan tidak diketahui nasibnya apakah sudah meninggal atau masih hidup.
Persoalan ini sudah sejak lama menjadi perhatian organisasi-organisasi hak asasi manusia di Inggris yang menghimpun laporan warga asal Pakistan di Inggris tentang kerabat mereka yang menjadi korban penghilangan orang di negara asal mereka.
Defence for Human Rights Pakistan (DHRP) menyatakan, korban penghilangan orang secara paksa itu mencapai 8.000 sampai 10.000 orang. Sementara menurut data Mahkamah Agung Pakistan, ada sekitar 1.000 kasus orang hilang yang sedang diselidiki, yang diduga sebagai korban penghilangan secara paksa.
Penghilangan orang secara paksa adalah praktek penculikan dan penahanan yang dilakukan oleh negara terhadap orang-orang yang dicurigai terlibat dalam kegiatan atau jaringan terorisme.
Selain DHRP, organisasi British Human Rights (BHR) yang diketuai Anjum Tahirkheli juga aktif melakukan kampanye untuk membantu keluarga-keluarga Pakistan di Inggris yang kerabatnya hilang di Pakistan. "Praktek penghilangan orang ini adalah tindakan yang barbar. Kami ingin membongkar dan mengungkap praktek-praktek tersebut dan kami ingin tahu nama-nama mereka yang ditahan," kata Tahirkheli.
"Kalau mereka memang dituduh telah melanggar hukum, mereka seharusnya dibawa ke pengadilan yang diakui oleh dunia internasional. Keluarga di sini ingin tahu siapa-siapa saja yang ditangkap dan ditahan dan mengapa mereka ditahan," sambung Tahirkheli.
Kemana Dr. Abid Sharif?
Salah seorang keluarga yang kehilangan keluarganya adalah keluarga Zaheen Khaja. Saudara lelaki Khaja, Dr. Abid Sharif sudah empat tahun menghilang, sejak Sharif pamit pada istrinya yang sedang hamil untuk menghabiskan akhir pekan di tempat sahabatnya di Peshawar.
Khaja bercerita, saudara lelakinya itu berangkat pada hari Kamis dan seharusnya sudah kembali ke rumahnya di Rawalpindi pada hari Minggu. Tapi Dr. Sharif tak pernah kembali sampai empat tahun berlalu. "Kakak saya memang berpenampilan sebagai Muslim yang relijius. Ia berjanggut panjang dan kadang mengungkapkan dukungannya pada Taliban secara terbuka. Saya tidak tahu di mana dia sekarang," ungkap Khaja.
Keluarga sudah melaporkan dan menanyakan hilangnya Dr. Sharif pada polisi Peshawar dan menurut polisi, Dr. Sharif dibawa oleh petugas Frontier Constabulary, sebuah lembaga pemerintahan Pakistan. Khaja yang tinggal West Midlands, Inggris menduga saudara lelakinya itu menjadi korban salah tangkap.
"Saya yakin saudara lelaki saya tidak terlibat terorisme. Dia memang bersimpati pada Taliban, tapi itu bukan berarti menjadikannya seorang kriminal," kritik Khaja.
Khaja menambahkan, saudaranya itu adalah seorang lelaki yang jujur. Sebagai dokter, Sharif sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. "Kalau ia terlibat terorisme, hukum seharusnya yang memutuskan apakah ia bersalah atau tidak," imbuhnya.
Khaja berharap mendapat bantuan dari pemerintah Inggris, karena ia merasa pemerintah Pakistan tidak akan pernah memberikan jawaban yang pasti tentang keberadaan saudara lelakinya itu. Ia sudah mengadukan masalah ini ke Lib Dem Lorely Burt, anggota parlemen lokal di tempatnya tinggal di kawasan Solihull.
"Saya warga negara Inggris dan saya selalu bekerja keras. Saya ingin pemerintah Inggris menolong warga negaranya untuk menemukan jawaban dan memastikan bahwa tidak ada pelanggaran hak asasi manusia di Pakistan," harap Khaja.
Menanggapi harapan Khaja, Burt menyatakan keprihatinan yang mendalam atas kasus Dr. Sharif. "Saya akan terus mengedepankan masalah ini dan memberikan dukungan pada Khaja serta keluarganya sampai kami menemukan solusi untuk menangani persoalan ini," janji Burt.
Amina Janjua yang juga ketua DHRP adalah korban lainnya. Suaminya ditangkap secara diam-diam oleh aparat keamanan Pakistan pada tahun 2005 dan sejak itu tidak diketahui nasibnya. "Sepertinya orang-orang yang hilang itu ditahan di penjara-penjara Pakistan, atau bisa jadi mereka tidak ada lagi di Pakistan. Yang bisa kami lakukan cuma menduga-duga," keluh Janjua.
Gunung Es
Ibarat gunung es, kasus-kasus penghilangan orang secara paksa diduga jumlahnya lebih besar dari yang terdata saat ini karena banyak keluarga yang tidak berani mengungkapkannya ke publik. "Banyak orang yang keluarganya hilang di daerah-daerah pedalaman Pakistan tidak mau melaporkannya pada pemerintah. Mereka tidak punya sumber daya untuk melakukan itu dan hanya bersikap diam dalam penderitaan," ujar Amina Janjua ketua DHRP.
Suami Amina sendiri adalah salah satu korban penghilangan orang secara paksa. Suaminya ditangkap secara diam-diam oleh aparat keamanan Pakistan pada tahun 2005 dan sejak itu tidak diketahui nasibnya. "Sepertinya orang-orang yang hilang itu ditahan di penjara-penjara Pakistan, atau bisa jadi mereka tidak ada lagi di Pakistan. Yang bisa kami lakukan cuma menduga-duga," keluh Amina.
Kekhawatiran akan tindakan balas dendam yang menjadi alasan keluarga korban penghilangan orang tidak mau bersikap terbuka. Seperti yang dilakukan keluarga Masood yang pamannya hilang di Pakistan sejak dua tahun yang lalu. "Kami takut untuk melakukan protes secara terbuka, khawatir paman tidak akan pernah dibebaskan atau anggota keluarga kami yang lain akan jadi korban berikutnya," ujar pemuda Pakistan berusia 25 tahun yang menetap di London.
Masood juga mengaku khawatir orang lain akan mencapnya dan keluarganya sebagai teroris jika mereka mengadukan tentang kehilangan paman mereka pada pihak lain. Yang jelas, sejak pamannya hilang, Masood tidak berani berkunjung ke Pakistan meski ia sangat merindukan kakek neneknya yang masih tinggal di Pakistan.
"Sudah bertahun-tahun saya tidak bertemu mereka . Saya ingin pulang kampung tapi bagaimana jika saya hilang juga? Saya tidak tahu apakah saya merasa aman kembali untuk pulang ke Pakistan," ujarnya.
Karena Pakistan adalah negara anggota persemakmuran, pemerintah Inggris ikut bertanggung jawab atas kasus-kasus penghilangan orang di Pakistan. Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris dalam pernyataannya mengatakan menaruh perhatian atas laporan tentang penahanan ribuan orang di Pakistan tanpa akses ke jalur hukum.
Bersama Uni Eropa yang menjadi partner Inggris, kantor Urusan Luar Negeri dan Persemakmuran akan meminta pemerintah Pakistan membebaskan orang-orang yang namanya masuk dalam daftar orang yang ditangkap dengan diam-diam dan mendorong Pakistan untuk menandatangani serta meratifikasi konvensi internasional tentang perlindungan terhadap semua orang dari praktek penghilangan orang secara paksa.
Kantor perwakilan Pakistan di Inggris belum mau berkomentar atas masalah ini dan keberadaan serta nasib ribuan orang yang hilang di Pakistan sampai detik ini masih menjadi diselimuti misteri. (ln/bbc)