Dengan kreativitas unik, demonstran memasang barisan sarung perempuan yang biasa disebut htamein, untuk melindungi wilayah demo karena sebagian laki-laki menganggap tabu untuk berjalan di bawahnya. Sebagian orang menggantung poster wajah Jenderal Min Aung Hlaing, pemimpin kudeta, di htamein untuk mempermalukannya.
“Perempuan muda memimpin demo karena kami dewasa lebih dulu dan kami tidak bisa membiarkan generasi berikutnya dihancurkan,” ujar Dr Yin Yin Hnoung, 28 tahun, yang dihujani peluru di Mandalay.
“Kami tidak peduli nyawa kami. Kami peduli dengan generasi masa depan kami.”
Selama ini tidak ada sosok perempuan di jabatan tinggi militer Myanmar atau Tatmadaw. Tentara juga kerap memperkosa perempuan dari kaum etnis minoritas, menurut penyelidikan PBB. Di mata para jenderal, perempuan itu lemah dan kotor. Hierarki keagamaan di negara mayoritas Buddha ini juga menempatkan perempuan di bawah laki-laki.
Bintang terang
Dalam pidato propaganda di stasiun televisi junta awal pekan ini, Jenderal Min Aung Hlaing, menyinggung soal pakaian tidak pantas para demonstran yang dianggap “tidak patut dan bertentangan dengan tradisi Myanmar.” Yang dia maksud dalam hal ini termasuk pakaian perempuan demonstran.
Sesaat sebelum dia ditembak mati, Kyal Sin, memakai kaos oblong dan jins sobek sambil mengomando teman-teman demonya.
Ketika mereka dihajar tembakan gas air mata, Kyal Sin membagikan air untuk membersihkan mata rekan-rekannya.
“Kami tidak akan lari,” teriaknya dalam sebuah video yang direkam seorang demonstran. “Darah rakyat tidak boleh menyentuh tanah.”
“Dia perempuan paling berani yang pernah saya kenal,” kata Ko Lu Maw, fotografer yang mengabadikan saat-saat terakhir Kyal Sin.
Di balik kaos oblongnya Kyal Sin memakai liontin berbentuk bintang karena namanya berarti “bintang terang” dalam bahasa Birma.
“Dia suka bilang, ‘kalau kau melihat bintang, ingatlah aku’,” kata Cho Nwe Oo, temannya. “Saya akan selalu mengenangnya dengan bangga.” [merdeka.com]