Para peneliti Sunda menganggap Sri Baduga Maharaja sebagai raja Sunda terbesar. Namun, Ayat mempertanyakan: mungkinkah Sri Baduga Maharaja dapat disebut sebagai raja terbesar dan masih sempat meluaskan wilayahnya, sementara itu dia harus menghadapi pasukan Islam dari Demak dan Cirebon? Bukankah untuk mempertahankan dirinya saja, dia harus mencari bantuan kepada Portugis yang menduduki Malaka sejak tahun 1511. Dari semua pengganti Prabu Wangi, dia yang kedua lamanya dalam memerintah selama 39 tahun (1482-1521). Namun, tidak mengalahkan Niskala Wastukancana yang berkuasa selama 104 tahun (1371-1475).
Selain sebagai raja terbesar, para peneliti sejarah Sunda juga menyebut Sri Baduga Maharaja sebagai raja terakhir. Ayat kembali mempertanyakan: bukankah Kerajaan Sunda baru runtag (runtuh) tahun 1579, 58 tahun setelah Sri Baduga Maharaja meninggal? Sedangkan Naskah Wangsakerta menyebut bahwa raja Sunda terakhir adalah Suryakancana atau dalam Carita Parahayiangan bernama Nu Siya Mulya yang memerintah selama 12 tahun (1567-1579).
“Dengan mengikuti Naskah Wangsakerta berarti raja terbesar adalah Niskala Wastukancana sebagai Prabu Siliwangi I sedangkan raja terakhir adalah Suryakancana yang berjuluk Prabu Siliwangi VIII,” kata Ayat.
Ayat menyadari tidak mudah mengubah pendapat orang. Hingga sekarang pun barangkali masih banyak yang mengamini pendapat bahwa Prabu Siliwangi hanya seorang raja yaitu Sri Baduga Maharaja. “Baru mereka yang mendalami sumber sejarah secara lebih daria (sungguh-sungguh) yang mulai menerima pendapatku. Tidak apa,” kata Ayat.(kl/historia)
Penulis: Hendri Isnaeni