Sebelum pemilu serentak, kata dia, ada tiga kelompok partai terkait dukungan ke pemerintah. Kelompok pertama, lima partai yang sudah mendeklarasikan secara resmi dukungan ke petahana Jokowi yakni PDI-P, Partai Golkar, Partai Nasdem, PPP, dan Partai Hanura.
Kelompok kedua Partai Gerindra dan PKS memposisikan diri sebagai oposisi sejak awal pemerintahan Jokowi dan masih konsisten hingga pilkada serentak yang lalu. Kelompok ketiga terdiri dari Partai Demokrat, PKB dan PAN. Hubungan ketiga partai ini bersifat cair satu sama lain maupun dengan kelompok partai pertama maupun kedua.
Jika menilik dari hasil pilkada serentak yang berada di pulau Jawa, apakah Prabowo tetap akan “memotong” hasrat Prabowo di Pilpres 2019 ini. Terlebih, sejumlah lembaga survei memotret kekalahan Partai Gerindra di tiga provinsi di Pulau Jawa, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kekalahan Partai Gerindra versi hitung cepat di Pulau Jawa ini dinilai sebagai peringatan bagi Prabowo agar berpikir matang sebelum maju sebagai calon presiden penantang Joko Widodo. “Ini pukulan telak bagi Prabowo dengan kekalahan sejumlah jagoannya,” kata pengamat politik Indonesia Public Institute (IPI) Jerry Massie kepada redaksi.
Apalagi diketahui selama ini Jawa Barat merupakan lumbung suara Prabowo dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014. Kekalahan Gerindra dalam pilkada yang digelar di Pulau Jawa diakibatkan strategi dan konsep politik yang lemah serta kurangnya militansi kader.
“Jadi kekalahan di tiga provinsi dengan pemilih terbesar bisa menjadi bumerang bagi Prabowo untuk bisa menyalip Jokowi,” ucap Jerry.
Hasrat yang menggebu-gebu dan tak pernah padam boleh saja. Tapi, hattrick kekalahan beruntun pada 2004, 2009 dan 2014 tentu harus menjadi pertimbangan besar. Apalagi, dana triliunan rupiah sudah digelontorkan untuk memenuhi hasratnya.
Jerry mengatakan bahwa dengan sejumlah kekalahan di Pulau Jawa, Gerindra harus mempertimbangkan ulang untuk mengusung Prabowo. Terlebih, ada sejumlah nama seperti ekonom senior Indonesia Dr. Rizal Ramli, politisi Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.