Dan secara berangsur tentara Uncle Sam memang dibuat ketagihan terhadap candu, ganja dan obat-obatan lain sehingga hancur moral tempurnya. Zhou memiliki keyakinan mampu mengalahkan AS meskipun kalah jauh dalam hal teknologi perang dan persenjataan, dan melalui strategi perang candu ia mampu mengusir kaum penjajah di negerinya.
Hingga kini, kelompok negara Barat khususnya Paman Sam, relatif canggih memainkan modus Perang Opium di berbagai negara. Ibarat bola sodok, di tangan Central Intellegence Agency (CIA) perdagangan candu itu seperti pukulan yang mengenai dua bola sekaligus. Bola pertama berupa “rusak”-nya generasi bangsa (lost generation), sedang bola kedua adalah money laundry (pencucian uang) atas bisnis narkoba yang dikerjakan.
Contoh ketika menginvasi Afghanistan setelah peristiwa Whorld Trade Center (WTC), 11 Sepetember 2001, sebenarnya Pentagon punya daftar 25 laboratorium dan gudang obat bius, tetapi ia menolak menghancurkan gudang-gudang tersebut dengan alasan milik CIA dan sekutu lokalnya. Bahkan James Risen mencatat, penolakan untuk menghancurkan laboratorium narkoba justru dari pentolan Neo-Konservatif yang menguasai birokrasi Keamanan Nasional di AS seperti Douglas Feith, Paul Wolfowitz, Zalmay Khalilzad, dan sang patron Donald Rumsfeld.
Sejak Perang Dunia II usai, CIA menggunakan para pedagang narkoba sebagai aset dalam berbagai operasi terselubung di berbagai negara. Artinya selain melindungi para pengedar dari jerat hukum, ada kecenderungan produksi dan arus perdagangan narkoba malah meningkat. Sebaliknya bila ia menurunkan intervensinya maka perdagangan dan produksi narkoba pun menurun. Di Afghanistan misalnya, kenaikkan produksi obat bius karena dukungan CIA kepada kelompok Islam radikal ketika melawan Uni Soviet (1979) dulu. Hal sama terjadi manakala pasukan multinasioal pimpinan Bush Jr menyerbu Afghanistan (2001) berdalih menumpas al-Qaeda dan terorisme pasca WTC, produksi opium seketika meningkat dari 165.000 ton (2006) menjadi 193.000 ton (2007). Kendati dekade 2008-an terdapat penurunan sekitar 157.000 ton semata-mata karena over produksi, barang tidak terserap oleh pasar.