Dekade 1859-an —setahun pasca Perjanjian Nanjing— perang meletus lagi akibat Cina menghalangi masuknya para diplomat asing ke Beijing, sementara dari pihak Inggris ingin memaksakan beberapa pasal baru di perjanjian. Tatkala Inggris dengan bantuan Perancis berhasil menguasai Beijing, ia dipaksa mematuhi kembali pointers dalam Treaty of Nanjing serta beberapa pasal tambahan, salah satunya ialah Taiwan menjadi milik Barat.
Pada gilirannya Cina menjadi incaran banyak negara seperti Amerika dan Rusia yang coba-coba peruntungan, kemudian diikuti pula yang lain seperti Belanda, Italia, Jerman, Jepang dan seterusnya. Ada sekitar delapan negara Barat melakukan kapling-kapling daerah dan wilayah kekuasaan. Agaknya hal inilah yang membangkitkan semangat rakyat untuk bangkit melakukan perlawanan total terhadap penjajahan yang kemudian populer disebut Perang Candu atau dinamai “Pemberontakan Boxer”, dimana tercatat kaum muslim Cina sangat berperan dalam pertempuran tersebut.
Perang Opium Era Modern
Kendati Perang Candu sudah berlalu beberapa ratus tahun lalu, tampaknya kelompok negara Barat masih sering menggunakan strategi tersebut sebagai modus ampuh kolonial di banyak negara. Hanya saja, dekade 1970-an sewaktu Amerika Serikat (AS) menginvasi Vietnam secara militer malah jadi “senjata makan tuan”, karena Zhou Enlai, Perdana Menteri Vietnam justru memakai strategi perang candu dalam menghadapi penjajahan di negaranya. “Kalau dulu rakyat Cina dilemahkan melalui candu, kini kami akan melemahkan tentara AS dengan candu pula”.