Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah mengatakan, keputusan tersebut bisa memicu masalah di Indonesia yang sebagian besar penduduknya butuh makanan halal. Masalah yang berpotensi muncul yaitu:
Pertama, Pemerintah Indonesia harus menghapuskan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang mengatur mengenai kewajiban bersertifikasi halal yaitu, “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal”, padahal Indonesia saat ini sedang mempersiapkan masa kewajiban mandatory sertifikasi halal untuk semua produk, baik produk impor maupun produk lokal yang akan dimulai pada tanggal 17 Oktober 2019.
Kedua, putusan WTO tersebut berpotensi melanggar hak-hak konsumen muslim, khususnya yang saat ini menurut data statistik berjumlah 220 juta jiwa. Bila diterapkan secara utuh, maka warga Negara Indonesia tersebut tidak akan mendapatkan perlindungan Negara untuk mendapatkan daging impor baik daging unggas maupun daging merah, karena sekalipun yang dipersoalkan adalah produk daging ayam – unggas dalam Sengketa Perdagangan Nomor DS484, akan tetapi Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentu berimplikasi hukum bagi semua produk hewan dan turunannya.
“Permendag Nomor 29 Tahun 2019 potensial untuk membuka pintu bagi semua produsen atau eksportir daging diperlakukan sama, seperti halnya Negara Brazil yakni meminta penghapusan atas persyaratan label halal terutama dari negara-negara member WTO,” jelas Ikhsan.
Bila dibandingkan dengan Permendag Nomor 59/M-DAG/PER/8/2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan, maka terdapat kewajiban yang dipersyaratkan untuk produk hewan impor atau dengan kata lain terdapat kewajiban untuk mencantumkan label kehalalan sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) huruf e.