Seperti umumnya sinetron di Indonesia, proses hukum yang menyuguhkan aktor kawakan seperti Gayus Tambunan masih belum berakhir. Walaupun Gayus sudah divonis, ternyata kasusnya bukan lebih fokus dan tuntas, justru melebar tak tentu arah.
Berawal dari Susno Duaji
Kalau saja bukan dari ’nyanyian’ seorang Komjen Pol Susno Duaji pada awal tahun lalu, mungkin publik tidak pernah tahu ada sosok yang bernama Gayus dan komplotannya. Motif seorang jenderal polisi yang kini dipenjara karena kasus lama ini, menurut Susno sendiri dalam sebuah diskusi, lebih karena panggilan nurani untuk keadilan masyarakat.
Mungkin, jika dirunut kebelakang, apa yang dilakukan Susno bisa diterima publik. Saat dia menjabat Kabareskrim Mabes Polri, setidaknya, ada tiga kasus besar yang sarat bernuansa politik dan begitu menyedot perhatian publik. Dan itu tentu saja sangat diketahui Susno. Setidaknya, bagaimana dan seperti apa sebenarnya kasus itu bergulir.
Tiga kasus besar itu adalah pembunuhan yang dilakukan Antasari Azhar terhadap Nasruddin Zulkarnain, skandal Bank Century, dan kriminalisasi pimpinan KPK Bibit Chandra. Menariknya, seperti pengakuan Susno, kasus-kasus itu bergulir tanpa melalui kamar wewenangnya. Kalau ini benar, berarti ada kekuatan lain di tubuh Polri yang punya aturan dan kepentingan sendiri.
Pertanyaannya, siapa mereka? Dari sinilah Susno melempar kasus Gayus dan mafia kasus di belakangnya yang akhirnya menyebut Syahril Johan, dua jenderal polisi, dan sindikat mafia pajak. Dan dari sini pula, Susno diobok-obok kasus lama oleh institusi di mana ia menjadi salah seorang pimpinan.
Pertarungan di Ring Gayus
Pasca ditangkapnya Gayus di Singapura pada akhir Maret tahun lalu, secara beruntun publik dikejutkan dengan angka-angka yang diperoleh Gayus dari permainannya di dunia pajak.
Terungkapnya angka-angka harta Gayus punya daya tarik sendiri. Terlihat sekali adanya pertarungan beberapa kekuatan ketika angka-angka itu keluar ke publik secara dicicil. Mulai dari hanya beberapa ratus juta, dua puluh delapan milyar, hingga akhirnya lebih dari seratus milyar.
Ketika menyentuh angka sekitar 28 milyar, nama Abu Rizal Bakri mulai disebut-sebut sebagai salah satu pemilik tiga perusahaan yang andil menyumbang ke Gayus. Tapi, pembuktiannya terputus oleh seorang kurir bernama Imam Maliki yang saat ini tidak diketahui keberadaannya. Orang inilah yang menjadi perantara antara pihak perusahaan Bakri dengan Gayus.
Pertanyaan berikutnya, dari mana angka seratus milyar lebih bisa masuk ke kantong Gayus? Dari sekitar 149 perusahaan yang dicurigai bermain, 44 di antaranya ditangani langsung oleh Gayus. Dan di antara ke empat puluhan perusahaan itu ternyata milik asing yang notabene perusahaan Amerika, seperti Chevron.
Dari dua sumber dana besar ini, pertarungan baru pun berkecamuk di sekitar kasus Gayus. Pertama, mereka yang menjadikan momentum ini untuk menghantam habis Abu Rizal Bakri yang juga ketua umum Golkar, dan mereka yang ingin menghantam perusahaan asing yang diduga penyumbang terbesar dana kampanye Pilpres SBY. Dengan kata lain, pertarungan di balik layar antara Demokrat dan Golkar tidak lagi sulit untuk diamati publik.
Di luar soal angka-angka, ada pemain lain yang disebut Gayus yang akhirnya berbalik ke SBY. Yaitu, sosok Cirus Sinaga yang disebut Gayus sebagai orang yang dibeking kekuatan lain sehingga tidak tersentuh hukum. Dan itu berhubungan dengan dugaan rekayasa kasus Antasari Azhar.
Sebagai pengingat, kasus Antasari Azhar mengundang spekulasi publik soal serangan terhadap Antasari dan KPK karena adanya keinginan Antasari untuk mengusut fasilitas IT di KPU ketika pemilu dan pipres lalu. Walaupun spekulasi ini dibantah beberapa pihak.
Memecah Fokus Kasus Gayus
Drama pengusutan hingga pengadilan kasus Gayus, juga memperlihatkan fenomena lain yang patut untuk disimak. Dari sinilah, sebenarnya publik bisa membuat peta, seperti apa dahsyatnya mafia di Indonesia.
Fenomena itu adalah adanya upaya sistematis untuk memecah fokus kasus Gayus dari kasus asalnya sebagai mafia hukum dan pajak kepada kasus-kasus lain yang sebenarnya sayap-sayap yang dibuat-buat.
Sayap-sayap itu antara lain, bisa melenggangnya Gayus dan keluarga ke Singapura padahal kasusnya sudah masuk ke tingkat penyidikan. Kalau saja Gayus tidak mau balik ke Indonesia, maka siapa pun akan sulit membawanya ke Indonesia. Karena dalam sejarah kasus korupsi di Indonesia, mereka yang berhasil nginap di Singapura dengan aneka alasan, akan sulit dibawa pulang ke Indonesia.
Kedua, soal berapa sebenarnya jumlah uang Gayus, dan bagaimana transaksi yang ia lakukan. Dari sini, kentara sekali adanya upaya-upaya untuk menutupi berapa sebenarnya jumlah harga Gayus yang tersimpan di lebih dari lima bank dan atas nama yang berbeda.
Ketiga, selalu munculnya isu terorisme di setiapkali Gayus menyampaikan kehebohan pada sidang pengadilan. Perhatikanlah waktu-waktu pengungkapan kasus terorisme di Aceh, penangkapan Abu Bakar Baasir, dan sorotan terhadap anggota Brimob yang menjadi pemasok persenjataan untuk kelompok teroris.
Keempat, inilah yang mungkin menjadi kehebohan tersendiri buat publik, yaitu jalan-jalannya Gayus ketika dalam penjara. Tidak tanggung-tanggung, selama kurang lebih empat bulan dalam penahanan, sudah 68 kali Gayus keluar penjara untuk jalan-jalan. Bahkan, bisa keluar negeri.
Dari pengalihan fokus ini, muncul turunan kasus berikutnya. Siapa yang bantu Gayus keluar, apa kegiatan Gayus di luar sana, dan sosok anggota CIA yang secara sepihak disebut Gayus sebagai pembuat paspor.
Terakhir, dari sekian pemecah fokus kasus Gayus, inilah mungkin yang paling heboh dan begitu kentara. Yaitu, tuduhan Gayus terhadap permainan Satgas Anti Mafia Hukum bentukan SBY. Pertanyaannya, siapa yang memfasilitasi konfrensi pers Gayus seusai persidangan, dan seperti apa pers bereaksi.
Skenario Persidangan Gayus
Kalau saja pengacara Gayus, Adnan Buyung Nasution, tidak menyampaikan ke publik soal hal apa yang sedang disidang dari kasus Gayus, mungkin tidak banyak orang tahu kalau itu hanya menyangkut kasus 550 juta rupiah atau hanya setengah persen dari harta yang dimiliki Gayus.
Inilah yang diyakini banyak kalangan, memperlihatkan betapa kuat dan berkuasanya mafia hukum dan pajak di Indonesia. Sehingga tidak heran jika begitu banyak pihak yang diduga terlibat tidak masuk dalam penyelidikan dan penyidikan.
Dari sini pula, publik mestinya sadar kenapa Gayus hanya divonis 7 tahun penjara. Karena, menurut banyak pengamat hukum di antaranya Bambang Wijanarko, menilai bahwa majelis hakim hanya menilai apa yang ada dalam fakta persidangan. Artinya, yang diadili majelis hakim dari Gayus adalah barang bukti sekitar lima ratusan juta dari satu wajib pajak, PT SAT. Bukan yang lebih dari seratus milyar dan dari 44 perusahaan yang diduga mengemplang pajak yang ia tangani.
Belakangan, adanya kecenderungan kalau uang yang milyaran Gayus akan disidik sebagai kasus gratifikasi atau penyuapan. Kalau ini yang akhirnya diproses, maka hanya si penerima yang kena delik, sementara pemberinya tidak.
Susno Duaji mungkin tidak nyaman dengan apa yang saat ini ia alami karena kasus hukum yang membelitnya. Tapi, Susno pula yang sudah berhasil menyanyikan sebuah ’lagu’ indah tentang kebobrokan jaringan mafia hukum dan pajak di Indonesia. (mnh)