Malam hari usai pertemuan, peristiwa lain terjadi di tempat lain. Surya Tarmiani, penyidik KPK, dirampok saat pulang ke kosnya di daerah Setiabudi Timur, Jakarta Selatan.
Saat itu Surya baru pulang dari Yogyakarta. Ia memesan taksi di Bandara Soekarno-Hatta dan menaruh tas berisi sejumlah bukti perkara suap Basuki Hariman di bagasi taksi. Setiba di dekat rumah kos, taksi berhenti karena gang menuju rumah kos Surya tertutup portal.
Surya memutuskan turun dari taksi dan jalan kaki ke kos. Saat itulah seorang pria berjaket gelap menyambar tas ranselnya, kabur dengan sepeda motor.
Seminggu setelah peristiwa itu, 11 April, Novel ketiban petaka. Sepulang dari salat subuh di masjid dekat rumahnya, Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal. Melukai sebagian wajah dan mata kanannya. Akibatnya, mata kiri Novel nyaris buta.
TGPF dan Serangan kepada Novel
Serangan terhadap Novel Baswedan adalah puncak dari rentetan ancaman terhadapnya.
Sebelumnya, ia pernah diancam akan ditembak; pernah pula ada upaya dikriminalisasi lewat kasus lama ketika bertugas sebagai Kasat Reskrim di Polres Bengkulu.
Kiprah Novel di KPK tergolong berani. Ia mengejar Nunun Nurbaeti, tersangka cek pelawat; ia juga terlibat membongkar kasus simulator SIM Irjen Djoko Susilo; ia memburu koruptor Nazaruddin, bendahara Partai Demokrat.
Peristiwa penyiraman air keras terhadapnya seketika jadi sorotan publik. Polisi langsung responsif mencari pelaku penyerangan.
Namun, hasilnya nihil. Dua tahun kemudian, Kapolri Jendral Tito Karnavian membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Isinya 65 orang dari berbagai elemen, termasuk dari kepolisian dan penggiat HAM. Tim yang diketuai oleh Idham Aziz itu diumumkan pada 8 Januari 2019.
Setelah lebih dari enam bulan bekerja, TGPF tidak menemukan petunjuk pelaku penyerangan terhadap Novel. Laporan TGPF hanya memaparkan dugaan motif, sementara pelaku tetap samar. Anggota TGPF, Nur Cholis, mengatakan sudah mengecek CCTV yang dikumpulkan dari sekitar tempat kejadian perkara. Tapi, tak ada juga petunjuk.