Namun kala itu, pada dekade 1980an, Idenya mengenai pasar modal yang berbasis teknologi bukan saja menginspirasi para pebisnis yang berjiwa entreprenur, bahkan meretas jalan Mike Bloomberg bertemu dengan orang paling berpengaruh di Merrill Lynch & Co Sam Hunters dan Jerry Kenney.
Singkat cerita sesudah obrolannya bersama Sam Hunter dan Jerry Kenney yang kemudian ditindaklanjuti dengan Gerry Eli, dari Merrill Lynch & Co, maupun dengan Ed Moriarti dan Hank Alexander, yang mengelola semua kegiatan pengembangan perangkat lunak Merrill Lynch & Co, maka Bloomberg dapat kepercayaan membangun sietem layanan IMS di Merrill Lynch & Co, hingga 1983.
Bahkan kerjasama dengan Merril Lynch dan Mike Bloomberg makin solid, apalagi ketika saham IMS dibeli Merrill Lynch sebesar 30 persen. Meski dengan satu syarat, IMS tidak boleh menjual jasanya pada pihak lain. Sehingga Merrill Lynch merupakan perusahaan investasi pertama yang terhubung dengan para pelanggan secara teknologi.
Namun bagi Bloomberg yang sejatinya seorang inovator ketimbang sekadar pebisnis konvensional, merasa syarat yang dikenakan pada IMS agar tidak menjual layananya pada pihak lain, terasa seperti pemasungan kreativitas. Bagi Bloomberg, hasrat untuk meluaskan lingkup ekspansi usaha IMS, lebih menantang ketimbang kenyataan bahwa 30 persen saham yang sudah dibeli Merrill Lynch, sebenarnya sudah membuat Bloomberg dan para mitra usahanya kaya raya.
Namun untungnya Merrill Lynch juga cukup visioner menangkap ide kreatif Bloomberg, ketika Mike Bloomberg mendesak mengubah isi perjanjian terdahulu sehingga IMS bisa memperluas pelanggan.
Setelah disetujui, maka IMS diubah menjadi Bloomberg LP dan mengembangkannya menjadi perusahaan berbasis pelanggan di semua lini. Mulai dari dana pensiun, bank sentral, asuransi, termasuk perusahaan pialang serta sekuritas.
Imperium Bisnis Bloomberg praktis dimulai sejak IMS berubah jadi Bloomberg LP. Karena sejak saat itu selain membuka cabang di beberapa kota strategis seperti London pada 1987, dan Tokyo pada tahun yang sama.
Menariknya pada 1987 itu pula, Bloomberg mengakuisi sebuah perusahaan riset dan keuangan, Sinkers Inc. Perusahaan ini pada 1996 berganti nama jadi Bloomberg Princeton, yang fokus kegiatannya mengumpulkan dan menganalisis data untuk kepentingan Bloomberg. Apakah ini cikal bakal yang menandai pentingnya analisisi intelijen di bidang bisnis kelak kemudian hari? Saya kira aspek inilah yang jarang disorot oleh para analis dan pelaku pasar modal dalam melacak success story Mike Bloomberg.
Namun demikian, kiprah Bloomberg justru makin menarik disorot ketika pada 1989 membuka kantor cabang di Australia. Sewaktu bertemu Matthew Winkler, mencuat usul darinya agar Bloomberg mengembangkan layanan berita bisnis. Rupanya Mike Bloomberg tertarik. Setahun setelah bertemu Matthew Winkler, ide itu direalisasikan dengan membentuk Bloomberg Business Network (BNN). Kantor berita yang jadi corong pemasaran bisnis Bloomberg.
Semula BBN hanya mewarkana isu-isu bisnis, namun ketika BNN membuka cabangnya di Washington, BNN mulai memperluas liputannya dalam isu-isu politik. Namun karena BNN masih terafiliasi dengan Merrill Lynch, maka status kewartawanan para juru warta BNN dipersoalkan dan tidak mendapat akreditasi dari Standing Committee of Correspondence (SCC).
Padahal SCC ini amat berkuasa buat nentukan siapa yang boleh disebut jurnalis dan dapat akses ke Capital News Market. Dan BNN karena masih bertaut erat sama Merrill Lynch maka dianggap bisa terjadi konflik kepentingan.
Namun dua tahun kemudian setelah BNN beroperasi, Mike Bloomberg tidak kehilangan akal. Pada 1991 BNN meneken kontrak dengan majalah Time. Isi perjanjian: Time akan membuat sisipan BNN, dengan kompensasi mendapat fasilitas terminal Bloomberg secara gratis.