Menteri Sosial non-aktif yang menjadi pemeran utama dalam kasus ini, Juliari Peter Batubara, membentuk tim khusus yang beranggotakan bawahannya sendiri. Mereka antara lain Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Pepen Nazaruddin serta dua pejabat pembuat komitmen, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Dari upaya anak buahnya tersebut, jalan Juliari mendapat upeti Rp 10 ribu per paket Bansos terlaksana mulus.
Beberapa perusahaan yang ditunjuk langsung oleh Juliari menjadi rekanan program Bansos adalah PT Anomali Lumbung Artha, PT Famindo Meta Komunika, dan PT Integra Padma Mandiri. Ketiganya memperoleh restu dari Politikus PDI Perjuangan Herman Herry untuk mengelola pengadaan Bansos melalui bendera PT Dwimukti Graha Elektrindo. Herman pun disebut-sebut mendapat kuota bantuan sosial hingga 1 juta paket dalam setiap periode distribusi. Secara total, perusahaan yang terafiliasi dengan Herman memperoleh 7,6 juta paket bantuan sosial senilai Rp 2,1 triliun.
Selain Herman, nama politikus PDI Perjuangan lain yang tersangkut kasus Bansos adalah Ihsan Yunus. Legislator asal Jambi yang sebelumnya duduk menjadi Wakil Ketua Komisi Sosial (Komisi VIII) DPR ini juga disebut-sebut memperoleh kuota Bansos yang angkanya mencapai 4,6 juta paket atau senilai Rp 1,4 triliun. Ihsan yang kini telah dirotasi menjadi anggota Komisi II DPR mengatur kuota miliknya lewat sejumlah perusahaan lewat adik kandung dan tangan kanannya: Muhammad Rakyan Ikram dan Yogas.
Peneliti Senior Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Syamsuddin Alimsyah, meyakini keterlibatan kedua politikus PDI Perjuangan tersebut tidak lantas menegasikan bahwa anggota DPR yang lain tidak ikut campur dalam kasus korupsi Bansos. Jika tidak melibatkan pihak lain di luar partai, besar kemungkinan orang-orang yang masih dalam lingkup satu partai turut serta dalam perbuatan tersebut.