Dia mengatakan, perlunya perbedaan antara kompetisi strategi bilateral dan kompetisi kekuatan maritim multilateral. “China dan AS seharusnya membangun mekanisme pencegahan krisis bersama untuk lebih menekankan kompetisi strategis di LCS,” sarannya.
Sebenarnya, dikarenakan bermain sendiri dalam konflik di LCS China memang tidak terlalu unggul dalam mendorong strategi militer. Kini China pun memainkan strategi dengan melibatkan armada sipil dan bisnis untuk menyerbu LCS. Beijing mengirimkan ratusan kapal ikan ke LCS.
Antonio T. Carpio, pakar politik Filipina, mengungkapkan China mengadopsi strategi Three Warfares untuk mengakuisisi LCS untuk tujuan ekonomi dan militer tanpa memicu perang. Partai Komunikasi China, Komite Pusat dan Komisi Militer Pusat sudah menyepakati strategi tersebut.
“Strategi pertama adalah kampanye propaganda di mana mendeklarasikan LCS adalah milik China. Strategi kedua yakni mengintimidasi negara-negara di sekitar LCS. Strategi China mengajukan argumen hukum,” katanya dilansir The Straits Times. Upaya China mengirim kapal nelayan ke Laut China merupakan bentuk dari strategi kedua.
Filipina meminta China untuk menarik lebih dari 200 kapal yang dituduh melanggar batas wilayah perairannya di LCS. Menteri pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana, mengatakan kapal-kapal China itu melanggar hak maritim Filipina. Filipina mengatakan kapal-kapal nelayan itu tampak tidak sedang mencari ikan dan diawaki oleh milisi maritim China.
Sedangkan strategi China dengan mengerahkan 200 kapal nelayan di Whitsun Reef sebagai upaya untuk membentuk milisi sipil.
Samir Puri dan Greg Austin, peneliti International Institute for Strategic Studies (IISS) di Singapura, mengaku insiden tersebut tidak pernah terjadi sebelumnya. “Para nelayan itu berkumpul di sekitar Spratly selama beberapa pekan,” kata mereka.
Sedangkan menurut mantan direktur operasi di Pusat Intelijen Bersama di Komando Pasifik AS Carl Shuster, milisi tersebut tidak mencari ikan. “Mereka memiliki senapan otomatis,” ujarnya. Strategi seperti diterapkan Rusia dengan Little Green Men, tentara yang menyamar sebagai warga sipil dan menginfiltrasi ke Crimea sebelum Moskow menaneksasi Ukraina pada 2014.
Lima tahun lalu pengadilan internasional menolak klaim kedaulatan China atas 90% LCS. Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam telah menentang klaim China selama puluhan tahun namun ketegangan mulai meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Beijing terus mengklaim wilayah yang dinamakan “sembilan garis putus-putus” dan mendukung klaimnya dengan membangun pulau buatan dan berpatroli, memperluas keberadaan militernya sambil berkukuh bahwa niatnya damai.[sindonews]