Namun, jangan lupa, Ikhwan juga menyerang kebijakan luar negeri Barat, terutama Washington: dukungan AS bagi Israel, dan pertanyaan lama tentang komitmen AS yang sebenarnya terhadap proses demokrasi itu sendiri. Namun AS sendiri kemudian kebingungan dengan sikap (atau strategi?) Ikhwan—karena ia merangkul fitur lain dan tak cupat berinteraksi dengan negara adidaya yang kerap disebut sebagai memusuhi orang Islam itu. Dalam beberapa dekade, Washington telah melihat Ikhwan sebagai sebuah kesatuan di semua bidang, dan tanpa AS sadari, di tengah kecemasan dan kecurigaannya, Ikhwan telah membawa dimensi kesempatan yang berbeda.
Gejolak Ikhwan dan Pengkhianatan Abdel Nasser
Sejak didirikan di Mesir pada tahun 1928, Ikhwanul Muslimin telah berupaya untuk menjadi sumbu kebangkitan agama dengan anti-imperialisme terhadap dominasi asing melalui Islam yang tinggi. Awalnya, Ikhwan sebelumnya dikenal reformis dengan menggabungkan ideologi Islam yang sangat modern dengan akar rumput. Pendidikan politik masyarakat Islam melalui tarbiyah pertama-tama berkonsentrasi pada perubahan (pandangan) individu , kemudian keluarga, dan akhirnya masyarakat luas.
Walaupun bertudung dengan basis masyarakat kelas menengah ke bawah, namun Ikhwan dengan segera mendorong Islamisasi ke para hartawan lokal dan kemudian, jelas ke istana. Itulah inti atau saripati gerakan Islam ini sesungguhnya: yaitu mendirikan masyarakat madani yang luas dan legal, dan diakui di seluruh dunia. Itu pula kemudian yang membuat Ikhwan bertransformasi menjadi partai politik misalnya, dan dengan berbagai aparatur sosial lainnya.
Pada tahun 1948, pemerintah Mesir membubarkan Ikhwan. Apakah Ikhwan sudah selesai? Mangkatnya Hasan Al-Bana sama sekali tidak memengaruhi perjalanan Ikhwan dan para pendirinya. Pemilihan Hasan El-Hudaibi adalah langkah Ikhwan yang paling brilian ketika itu. El-Hudaibi adalah hakim yang dihormati, dan pemilihannya mementahkan semua paradoks besar gerakan Islam yang ditinggal pemimpinnya: tenggelam dan muram atau tersenyum tegar dan terluka. Pemilihan El-Hudaibi juga sebagai gestur tegas dari Ikhwan—bukan hanya sekadar isyarat—bahwa gerakan ini tidak berputar pada satu faksi atau pusat tertentu saja.
Seleksi Hudaibi bertepatan dengan kudeta militer yang menggulingkan monarki Mesir. Gerakan Perwira Mesir Independen, dipimpin oleh Kolonel Gamal Abdel Nasser dan penerusnya, Anwar al-Sadat, menawarkan kompromi besar kepada Ikhwan, namun perjanjian mendasar tentang penerapan konsitusi Islam di Mesir kemudian dikhianati dan terbukti hanya ilusi sebelah pihak. Bisa dikatakan, inilah luka pertama yang ditorehkan Abdel Nasser di tubuh Ikhwan dan segera setelah itu Mesir menjelma menjadi hanya sebuah wadah besar akan Islam retorika. Yang paling menahaskan adalah: dimulailah perburuan panjang kader-kader Ikhwan ke berbagai penjara di Mesir. Ikhwan bertanya: “Bagaimana mungkin mereka yang berdiri bahu-membahu bersama kami melawan Inggris dan raja yang dholim, sekarang mengarahkan anjing mereka pada kami?” Sayyid Quthb, pemikir ikhwan yang paling mendalam dan bersahaja, menghasilkan jawaban yang akan terus menggema ke abad dua puluh satu: Inilah hasil perbuatan mereka yang kafir dan murtad.
Implementasi Perspektif Quthb dan Ancaman Pemerintah
Quthb, yang menghembuskan napas terakhir di tiang gantungan Nasser pada tahun 1966, kemudian ikon perjuangan Ikhwan. Quthb telah mempengaruhi semua mereka yang tertarik dalam dakwah di seluruh dunia Islam. Namun, seorang pemuka dakwah di Mesir yang terkenal pada 1980-an menyatakan, Ikhwan sekarang ini telah meninggalkan ide-ide dakwah Sayyid Quthb. Ikhwan mengikuti jalan toleransi dan akhirnya datang untuk menemukan demokrasi yang kompatibel dengan gagasan tentang Islamisasi yang merayap.
Gagasannya berjalan seperti ini: masyarakat Islam, secara alamiah akan memberikan dukungan dan harapannya kepada para pemimpin Islam dan ulama di balik kotak suara. Sebagian kalangan konservatif Ikhwan juga berulangkali membenarkan demokrasi dengan dasar Islam, menyatakan bahwa umat [masyarakat Muslim] adalah sumber Sulta [otoritas politik]. Selesai? Belum.
Tidak sepenuhnya, atau tidak semua anggota Ikhwan yang berpandangan seperti itu. Sebgaian dari mereka masih berkumpul di luar struktur Ikhwan, dan membicarakan agenda-agenda lain dari pergerakan dan interaksi politik mereka. Namun, kedua golongan ini, walau sering sekali berbeda pendapat, tetap berjalan bersamaan: hingga sekarang, Ikhwan menjalani kehidupan dengan kondisi yang beraneka ragam—yaitu, mereka yang masih terus berada dalam detensi dan ancaman penjara Mesir, dan mereka yang terus mempertahankan keaslian dakwah Ikhwan.
Banyak analis, sementara itu, yang secara masuk akal mempertanyaan apakah kepatuhan Ikhwan terhadap demokrasi hanyalah taktis dan komitmen oportunistik belaka, seperti yang disebutkan oleh sejarawan Bernard Lewiswords: “satu orang, satu suara, satu waktu.”.Artinya ada bukti yang tipis bahwa Ikhwan telah merenungkan apa yang akan dilakukannya dengan kekuasaan. Sampai saat ini, hal itulah yang masih terus terngiang-ngiang dalam pemerintah Mesir—bahwa komitmen Ikhwan terhadap demokrasi adalah retorika belaka, bukan penghayatan—hingga tak heran sampai saat ini, anggota Ikhwan masih aktif berlalu lalang keluar masuk penjara, dan Mesir telah memberikan peringatan keras dalam pemilihan di waktu-waktu mendatang. (sa/ikhwanweb)