Eramuslim.com – Bahwa implementasi suatu ideologi, niscaya memiliki karakter, ada ciri, atau mempunyai pola bersifat khas yang membedakan dengan ideologi lain terutama ketika menjalankan suatu misi (geostrategi) dalam rangka meraih visi (geoekonomi).
Bagi pakar —ahlinya ahli— cukup dengan mencermati isu atau fenomena di permukaan, biasanya ia bisa langsung menebak, “Ah, si Anu lagi bermain. Nanti prosesnya begini, ujungnya pasti begitu, dan seterusnya”. Ya karena insting sang pakar, sebuah agenda dan skema sebuah penjajahan terhadap suatu negara tertentu bisa dibaca sejak permulaan, atau setidaknya terdeteksi meski permainan baru mulai di tahapan awal (penyebaran isu, contohnya).
Pola kapitalisme yang kerap dimainkan oleh Barat cq Amerika Serikat (AS) dan sekutu di panggung geopolitik global adalah, “Peran negara/militer berada di depan membuka kavling-kavling, sedang donatur (pengusaha/partikelir) mendukung di belakangnya.” Pola ini kerap berulang dan hampir menjadi suatu kredo. Contohnya adalah penyerbuan militer koalisi pimpinan AS ke Afghanistan (2001), Irak (2003) dan lain-lain merupakan geostrateginya di tataran praktis. Kenapa? Usai pemimpin kedua negara target dijatuhkan secara militer, maka kekayaan alam negara target pun menjadi bancaan Multi-National Corporations (MNCs) bidang migas dari negeri mereka.