Ayodhya, India – Selama seminggu terakhir, pihak berwenang India dengan penuh semangat terlibat dalam memberikan Ayodhya, kota kuil kecil di negara bagian utara Uttar Pradesh, perubahan cepat sebelum kunjungan Perdana Menteri Narendra Modi untuk meletakkan batu fondasi bagi sebuah kuil kepada dewa Hindu, Ram (dewa Rama).
Kuil ini dibangun menggantikan masjid era Mughal, yang dihancurkan oleh massa Hindu sayap kanan pada tahun 1992. Kala itu peristiwa ini memicu kerusuhan agama di seluruh negeri di mana lebih dari 2.000 orang, kebanyakan dari mereka Muslim, tewas.
Partai nasionalis Hindu yang memerintah di India, Bharatiya Janata Party (BJP) menjadi terkenal secara nasional setelah gerakan kuil yang diluncurkan pada 1980-an itu.
Banyak umat Hindu percaya bahwa Masjid Babri abad ke-16, dinamai sesuai kaisar Mughal Babur (1483-1530), dibangun di tempat kelahiran Ram di Ayodhya, yang terletak sekitar 135 km (84 mil) di timur ibu kota negara bagian, Lucknow.
November lalu, melalui persidangan hukum yang berlarut-larut selama puluhan tahun antara partai-partai Hindu dan Muslim berakhir dengan Mahkamah Agung memberikan situs yang diperebutkan itu kepada para pemohon petisi Hindu. Ini artinya terindikasi menyerahkan kemenangan tersbeut kepada BJP untuk membawa pulang agenda nasionalis Hindu-nya.
Pengadilan meminta pemerintah untuk menyediakan tanah bagi umat Islam di “situs terkemuka” dalam batas kota Ayodhya untuk membangun sebuah masjid.
Etos sekuler India dikompromikan?
Dengan peresmian kuil yang dijadwalkan pada 5 Agustus lalu itu, meskipun ada kekhawatiran karena virus corona, BJP yang dipimpin sosok Narendra Modi yang kini menjadi perdana menteri India, tampaknya telah memenuhi janji jangka panjang kepada para pemilih intinya. Keputusan itu pun sebenarnya secara luas dikritik karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat serta menandakan dorongan mayoritas yang membahayakan etika ‘konstitusional sekuler dan demokratis’ India.