"Bapak, tolong aku! Jangan biarkan mereka membawaku pergi,”
Teriakan itu lahir dari mulut Ahmed Siyam, 12 tahun, ketika sekitar 50 tentara Israel bersenjata lengkap dan polisi menyeretnya dengan tangan terborgol dan mata tertutup.
Peristiwa yang terjadi beberapa bulan lalu ini, bermula saat Ahmed ditarik dari tempat tidur pada pukul 04.00 oleh pasukan keamanan Israel yang dipimpin agen Shin Bet dari badan intelijen dalam negeri Israel. Anak kecil itu kemudian dibawa bak teroris ke kantor polisi Russian Compound di Yerusalem Barat. Tuduhannya pun sangat menggelikan: Ahmed telah melempar batu ke tentara Israel dan polisi selama bentrokan dengan anak-anak Palestina di daerah sekitar Silwan, Yerusalem Timur.
Namun begitulah nasib anak-anak Palestina yang hidup penuh dengan keprihatinan. Kondisi mereka seperti berdiri di dua tepi jurang: hidup atau mati. Akan tetapi, anak-anak Palestina memang dikondisikan untuk siap menjemput syahid. Minimal kisah fenomenal itu pernah diukir oleh Faris Audah. Bocah Palestina berusia 11 tahun ini dengan gagah melempari tank Israel dengan batu dari jarak 10 meter. Tank Israel memang tidak mengalami kerusakan serius. Akan tetapi, bukanlah kehancuran tank yang dimaksud Faris, namun sebuah pesan bahwa perlawanan itu masih tetap ada diemban oleh bocah-bocah Palestina.
Faris Audah pun akhirnya syahid pada malam harinya setelah Komandan pasukan Israel memerintahkan para serdadunya untuk menggeledah seluruh rumah dan menghabisi nyawa Faris. Dalam benak Israel, membiarkan Faris tumbuh dewasa sama dengan memelihara bom waktu bagi kehancuran Israel. "Tragis!" Satu anak Palestina mampu membuat seorang komandan Israel ketakutan.
Kasus Ahmed dan Faris di atas hanyalah sebuah mata rantai dari penanaman jihad yang intens dilakukan oleh orang tua. Orang-orang tua Palestina memang menjadikan kurikulum perlawanan terhadap Yahudi sebagai silabus Tarbiyatul Aulad yang tidak bisa terpisah dari sejarah keIslaman mereka. Sebab orangtua Yahudi pun juga mendoktrin kebencian mereka terhadap Islam kepada anaknya.
Oleh karena itu, Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, dalam bukunya “Kaifa Nurabbi Auladana” mendelegasikan bahwa penanaman pada anak-anak tentang arti pengobaran perang terhadap bangsa Yahudi menjadi suatu hal yang penting. Bahwa telah menjadi keniscayaan para pemuda muslim akan bahu membahu membebaskan tanah Palestina dari cengkaraman Israel dan itu tidak akan pernah terjadi kecuali dengan izin Allah.
Maka itu Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menjelaskan empat hal yang mesti dilaksnakan oleh orang tua muslim terkait penanaman jihad kepada anak-anaknya. Diantaranya adalah:
1. Menyediakan waktu khusus untuk duduk bersama keluarga serta para murid dan membacakan buku tentang sirah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dan sahabat. Hal ini dilakukan agar mereka mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam adalah sosok yang pemberani dan sahabar beliau seperti Abu Bakr Ash Shidiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah telah membebaskan banyak negeri. Dan orangtua mesti mengajarkan bahwa kesemua itu tidak terlepas interaksi keimanan mereka kepada Allah dan pengamalan mereka terhadap Al-Quran dan As-Sunnah, serta tak ketinggalan ketinggian akhlak yang dimilikinya.
2. Selanjutnya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu meminta orangtua untuk mendidik anak-anak agar berani melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Orangtua juga hendaknya mengajarkan anak-anak untuk tidak takut melainkan hanya kepada Allahuta’ala.
3. Orangtua pun diminta untuk memberikan kisah-kisah pendidikan Islam yang bermanfaat seperti serial kisah Al-Quran Al-Karim dan sirah nabawiyah serta tokoh-tokoh sahabat dan para pahlawan muslim yang gigih berjuang menegakkan agama ini.
4. Dan terakhir, seperti yang sudah disinggung dimuka, orangtua hendaknya menanamkan pada anak-anak sebuah dendam kesumat kepada Yahudi dan orang-orang zhalim.
Namun, penanaman Jihad tidak akan pernah terselenggara kecuali dimulai dari penanaman tauhid sejak dini. Sebab tauhid adalah fondasi, landasan, prioritas utama dalam berIslam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid manusia pasti akan terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Allah subhanahu wa ta’ala sendiri berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yanglebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki” (An- Nisa: 48)
Tauhid pula lah yang menggerakan manusia untuk cepat merespon tuntutan Al Qur’an, bukan kemudian bernegosiasi dengan perintah Allah. Oleh karenanya, di dalam Al-Quran nasihat Luqman kepada anaknya pun dimulai dari perkara Tauhid.
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.(Luqman: 13)
Yakinlah jika kemantapan tauhid, yang dibarengi semangat dakwah dan jihad telah dimiliki anak-anak kita, maka orangtua muslim dan kita umat terbaik dimuka bumi ini, tidak perlu cemas melihat bagaimana orang Yahudi mendidik anaknya.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. ”(Ali Imran: 110). (pz/habis)