Eramuslim.com – KOMANDO Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD saat ini jadi salah satu pasukan elite negara kita yang paling dibanggakan. Di level dunia, Kopassus pun jadi salah satu pasukan komando terbaik.
Tapi siapa sangka ternyata “Bapak Kopassus-nya” sendiri asalnya dari Belanda. Tidak hanya tentara, tapi juga anak petani Bunga Tulip yang sempat jadi sopir Ratu Belanda, Wilhelmina di masa Perang Dunia II.
Namanya Rokus Bernardus Visser. Kita selama ini mengenalnya sebagai Mochammad Idjon Djanbi. Lahir pada 13 Mei 1914, Visser muda “terdampar” di London, Inggris akibat pecah Perang Dunia II.
Kala itu, Visser muda berada di Inggris dalam rangka membantu ayahnya jadi pedagang bola lampu. Visser lantas memilih masih kedinasan tentara Belanda dalam pengungsian di Inggris, pasca-negerinya dikuasai Jerman.
Tapi setelah masuk dinas tentara, Visser ternyata hanya jadi sopir. Ya, sopirnya Ratu Wilhelmina yang juga mengungsi ke Inggris dan tugas ini hanya dilaluinya setahun.
Sempat keluar ketentaraan, Visser masuk lagi dan bergabung ke Pasukan Belanda ke-2 sebagai operator radio. Di pasukan ini, Visser akhirnya ikut merasakan yang namanya pertempuran di PD II dengan ikut Operasi Market Garden, pendaratan sekutu dengan terjun payung di Arnhem pada September 1944.
Karier militer Visser lumayan pesat dan sempat digembleng lagi di Sekolah Pasukan Para di India. Pengalamannya yang lumayan banyak untuk ukuran prajurit Belanda kala itu, membuatnya dipercaya mendirikan School voor Opleiding van Parachutisten di Hollandia (kini, Jayapura) dengan pangkat letnan pada 1946.
Visser juga sempat mudik pada 1947 ke Belanda dan tak lama kemudian bercerai denga istrinya, lantaran ‘ogah’ diajak ke Hindia Belanda (kini Indonesia). Sekembalinya ke Hindia Belanda, Visser dipromosikan jadi kapten, untuk menjabat pelatih kepala hingga 1949.
Pasca-penyerahan atau pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) dari Kerajaan Belanda, Visser pensiun dan memilih jadi petani di Lembang, Bandung dengan istri barunya asal Sunda. Namun kehidupan sunyi sebagai petani itu hanya dialami Visser yang sudah jadi mualaf dan berganti nama jadi Mochammad Idjon Djanbi, selama dua tahun.
Pasalnya pada 1951, datang seorang kenalannya, Letda Sugianto yang ternyata jadi ajudan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, Panglima Komando Tentara Teritorioum III/Siliwangi. Sugianto ingin meminta jasa Idjon Djanbi di TNI.
Pasalnya kala itu, Kawilarang berkeinginan penuh mewujudkan harapan salah satu koleganya yang tewas dalam pemberantasan Republik Maluku Selatan, Kolonel Ignatius Slamet Rijadi, untuk membentuk pasukan khusus dengan kualifikasi para-komando.
Sayangnya saat itu, TNI belum punya perwira yang bisa mencetak sendiri para prajurit-prajurit macam itu. Maka setelah mendapat info tentang Idjon Djanbi, dimintalah dia untuk melatih para prajurit Kesatuan Komando Tentara Teritorium (Kesko TT-III) Siliwangi di Batujajar, Jawa Barat.
Unit inilah yang kemudian jadi cikal-bakal Kopassus TNI AD. Unit itu dilatih Idjon Djanbi setelah pengangkatan resmi Menteri Pertahanan RI kala itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, di mana Djanbi dianugerahi pangkat mayor.
Jadilah Mayor Mochammad Idjon Djanbi jadi komandan “Kopassus” pertama yang saat itu masih bernama Kesko TT III/Siliwangi. Unit ini kemudian berubah jadi RPKAD (Resimen Para-Komando Angkatan Darat), Puspassus AD (Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat), Kopassandha (Komando Pasukan Sandi Yudha) dan kemudian Kopassus TNI AD.
Saat tengah “panas-panasnya” nasionalisasi sejumlah perusahaan asing pada 1956, muncul inisiatif Mabes AD untuk mengalihkan tampuk komando unit khusus itu ke perwira pribumi. Djanbi pun ditawari jabatan lain yang kemudian lebih pilih pensiun.
Pangkatnya dinaikkan saat RPKAD tengah berulang tahun pada 1969 dari mayor menjadi letnan kolonel. Lantas pada suatu pagi pada 1 April 1977, Idjon Djanbi mangkat akibat penyakit usus buntu dan usus besar, hingga dimakamkan di TPU Kuncen, Yogyakarta. (kk/okezone)