UNTUK semua kebesaran yang pernah dipunyainya, pemakaman Irving Kristol pada September 2009 silam menjadi sebuah urusan yang tak dipandang bahkan oleh sebelah mata sekalipun. Beberapa pengamat berpendapat bahwa Dick Cheney akan muncul dalam pemakaman itu, tetapi baik Cheney maupun pemimpin Republik lainnya tidak menampakkan batang hidung. Cheney tampaknya tidak tahu berterima kasih, mengingat kontribusi luar biasa Kristol kepada GOP—Grand Old Party, julukan dari Republik.
Tak satu pun dari pemimpin kongres Partai Republik kelihatan di sana, atau salah satu calon kandidat tahun 2012. Bahkan Sarah Palin, yang merupakan “anak emas” Kristol sendiri tidak mau hadir. Memang, kumpulan sekitar 200 orang itu tidak benar-benar kecil, tetapi dalam tempat raksasa Kongregasi Adas Israel—yang dibangun pada tahun 1951—ketika orang-orang Yahudi Amerika dari generasi Irving Kristol menyatakan kelahiran komunitasnya, semua itu menjadi tampak kerdil.
Adas Israel adalah jemaat Yahudi Konservatif paling kuat di Washington. Setiap duta besar Israel untuk Amerika Serikat dalam sejarah dipastikan berasal darinya. Tak ada parade penghormatan untuk Kristol, hanya ada seorang rabbi dan Bill Kristol yang berbicara, secara singkat dan dalam 40 menit, semua berakhir.
Irvin Kristol mungkin telah terbaring dalam sebuah peti mati yang dibalut bendera Amerika dan Yahudi. Tetapi kekuatan neoconservatism yang dibawanya, pasti telah membuatnya senang sekarang. Semua pikiran Kristol telah tersebar dengan mapan, dan jika dianggap mati, itu hanya sementara belaka. Lihatlah siapa yang datang pada hari pemakamannya itu.
Semua ide neoconservative itu tersebar dengan baik. Mulai Weekly Standard, The Washington Post, atau The Wall Street Journal. Lainnya merupakan tempat berkumpul para think tank neocons, terutama American Enterprise Institute (AEI). Ada wajah-wajah neocons dari Perang Irak, seperti mantan wakil menteri pertahanan Paul Wolfowitz (yang jarang tampil di publik), dan bekas administrator sipil Irak, Paul Bremer. Charles Krauthammer, kolumnis yang berapi-api dan neocons yang sangat berpengaruh di The Washington Post, dan ilmuwan politik Francis Fukuyama (Neocon yang murtad namun bertobat).
Sayap yang lebih tradisional dari Partai Republik, George Will, yang melihat Perang Irak sebagai kesalahan besar, mengambil tempat duduk dengan penuh hormat. Dalam pidatonya yang lembut dan apolitis seperti biasanya, Bill Kristol—anak dari Irvin, tentu saja—mau tidak mau menertawakan proliferasi neocons: "Skor akhir dan gerombolan asing mereka harus tampak pada mereka yang tidak menyetujui mereka (neocons)," katanya.
Seperti Bill Kristol, beberapa dari mereka mewarisi keyakinan Republik. Secara teknis, tidak ada "neo" tentang kaum konservatif seperti Robert Kagan, sejarawan dan kolumnis Washington Post, atau John Podhoretz, editor Commentary; mereka masing-masing adalah putra dari salah satu pendiri neoconservatism.
Neocons mirip dengan sayap kanan Partai Likud di Israel, yang membagi agama dan politik, pandangan dunia, dan suksesi ritual. Melihat latar belakang Kristol, tidak heran jika kedua partai politik itu memiliki ikatan yang sama: menggembor-gemborkan Holocaust, merasa terluka, curiga, dan kadang-kadang suka berperang, naif dan tidak mempercayai niat baik. Keduanya menghabiskan puluhan tahun di padang gurun politik sebelum memperoleh kekuatan ajaib; keduanya memperanakkan "pangeran" yang menantang generasi normal dan bersekutu dengan raja ayah mereka. Ketika Bill Kristol bangkit untuk memuji Irving pagi itu, ia benar-benar mengambil tongkat kerajaannya.
Jika pada hari itu Anda mencari kata "neoconservative" dan "kematian" di google, maka Anda akan menemukan orang-orang yang tengah bersuka cita, bahkan sampai empat hari setelah 89 tahun Kristol berakhir. Di hari kematian Kristol, neoconservatism dianggap sebagai kekuatan yang habis. Foreign Policy mengucapkan bahwa ide-ide Kristol telah"terkubur di pasir Irak."
Tapi berita kematian bisa saja sangat prematur. Pada saat ini, kenyataannya, tampaknya neocons bangkit. Salah satu dari mereka, Frederick Kagan dari AEI mengipasi kembali perang di Irak yang akan surut. Lihatlah pernyataan-pernyataan Barack Obama saat ini adalah sebuah ketegasan neoconservative yang telah mengayunkan jalan mereka kembali.
Pertama, Obama mengirim 30.000 tentara tambahan ke Afghanistan, hampir sebanyak yang diharapkan oleh para neocons terkemuka. Kedua, pada pidato penerimaan Hadiah Nobel, tentang perlunya kekuatan, pembangkang di Iran dan di tempat lain, berbicara tentang baik dan jahat. Seperti diberi aba-aba, kemudian seorang pria Nigeria dengan bahan peledak di celananya membuat peristiwa Detroit pada Hari Natal, meninggalkan jejak dan energi neocons lebih lanjut.
"Apakah mereka memuji atau mencela Obama, neocons lah yang menang," kata Jacob Heilbrunn, seorang editor senior di The National Interest dan penulis They Knew They Were Right: The Rise of the Neocons (2008). "Mereka menguasai presiden untuk gelombang di Afghanistan dan dijalankannya untuk menjadi ‘lunak terhadap teroris." Dengan kata lain, dia akhirnya melayani mereka." BERSAMBUNG (sa/newsweek)