Seperti halnya kematian pejuang gerilya legendaris dunia lainnya semisal Che Guevara, kematian seorang Usamah bin Ladin juga menuai kontroversi. Ada yang percaya jika Usamah benar-benar telah syahid, ada pula yang meragukannya.
Apalagi Washington sampai saat berita ini ditulis masih bersikukuh tidak mau merilis foto Usamah saat kematiannya, dan juga berita yang simpang-siur terkait apakah Usamah melawan saat disergap atau tidak, termasuk ritual penguburannya yang konon dilakukan di laut.
Biarlah semua itu menjadi kontroversi. Sesungguhnya tidaklah begitu penting apakah seorang Usamah masih hidup atau telah menggapai cita-cita tertinggi dalam kehidupannya: Syahid fi sabilillah.
Dengan segala kecanggihan peralatan tempurnya, memang sangat meragukan jika Amerika bersungguh-sungguh mencari Usamah hingga Washington mengumumkan kematiannya akhir April lalu, tepat 66 tahun saat Berlin yang dikuasai Nazi jatuh ke tangan Sekutu yang kemudian mengakhiri Perang Dunia II di Eropa.
Jika dihitung sejak saat pertama Usamah ditetapkan sebagai buronan AS nomor wahid paska diruntuhkannya Menara Kembar WTC, 11 September 2001, sampai dengan tahun 2011, maka diperlukan waktu sepuluh tahun bagi Washington untuk memberangusnya. Kenyataanya ini sungguh menyimpan segudang teka-teki.
Banyak analis berpendapat jika dirubuhkannya Menara Kembar WTC, dikobarkannya perang melawan terorisme, yang pada akhirnya sekutu-sekutu Barat menaruh stigma buruk terorisme pada aktivis Islam di seluruh dunia, merupakan satu mata rantai dari konspirasi besar yang dilakukan elit dunia yang berkuasa dari belakang layar Washington, untuk menciptakan apa yang dinamakan sebagai Tatanan Dunia Baru (The New World Order).
Apalagi orang-orang seperti Samuel Huntington dan Francis Fukuyama memberikan semacam “pembenaran ilmiah” terhadap hal ini sehingga banyak dari para akademisi yang mengidap mental minderwardigheid complex terhadap Barat akhirnya mengiyakan dan membenarkan saja tanpa diikuti pemikiran kritis.
Salah satu hukum besi sejarah mengatakan, “Tidak ada sesuatu yang kebetulan dalam politik.” Demikian pula dengan setiap peristiwa politik global yang terjadi sepanjang sejarah manusia, sejak zaman Adam allaihisalam hingga akhir zaman.
Kemunculan seorang Usamah bin Ladin dengan Al-Qaidahnya pun tidak terjadi secara tiba-tiba. Sejarah Al-Qaidah dan Usamah sudah bisa dibaca di banyak media massa, sebab itu tidak akan diulangi di dalam tulisan disini secara panjang lebar.
Jihad Afghan dan CIA Connection
Tidak bisa dipungkiri jika di dalam Jihad Afghan, CIA secara diam-diam berada di belakang para Mujahidin. Amerika sangat berkepentingan mengusir hegemoni komunisme Soviet Rusia dari tanah Afghanistan yang sangat kaya akan sumber daya alam, terutama minyak dan gas bumi.
Sebab itu CIA banyak melakukan pelatihan tempur dan mengirimkan bantuan alat tempur kepada para Mujahidin, tentunya secara covert operation. Mantan Presiden Amerika Ronald Reagan menghormati para mujahidin dan menyebut pasukan ini dengan istilah, “The moral equivalent of our founding fathers.”
Usamah bin Ladin yang merupakan anak seorang pengusaha kaya raya dari Saudi, memainkan peran penting dalam merekrut dan melatih para sukarelawan Saudi untuk mujahidin dengan dukungan diam-diam dari CIA, yang pada akhirnya memunculkan Mujahidin Taliban. Al Qaeda pada akhirnya menjadi basis perjuangan Mujahidin Arab yang didirikan pada masa itu, dengan bantuan dan senjata dari CIA.
Setelah bertahun-tahun bertempur dan akhirnya Tentara Merah terusir dari Bumi Jihad Afghan, kerjasama antara Al-Qaidah dengan CIA tidak sepenuhnya berakhir. Diam-diam Amerika kembali lagi memanfaatkan sejumlah elemen dari Al-Qaidah, untuk berperang di Balkan, antara lain dalam Jihad Bosnia dan juga di Kosovo di era 1990-an.
Dalam politik tidak ada musuh atau kawan yang abadi, yang ada semata-mata adalah kepentingan yang abadi. Dalam perkembangannya Amerika kian hari kian mencengkeramkan kukunya di Jazirah Arab.
Perkembangan ini dilihat sebagai ancaman oleh Al-Qaidah. Di lain sisi, kepentingan Amerika terhadap Al-Qaidah pun sudah tidak seperti dahulu lagi. Strategi sudah berubah. Dari strategi rangkul menjadi strategi saling berhadapan.
Namun kekuatan antara mereka tidaklah setara, sebab itu dalam situasi yang demikian tidak terjadi pertempuran yang seimbang. Yang ada adalah Amerika lebih leluasa memanfaatkan kembali elemen ini sesuai dengan kepentingan dan tujuannya.
Hegemoni Afghanistan dan Pemanfaatan Al-Qaidah
Sudah banyak sekali buku maupun literatur ilmiah yang membongkar motif utama Perang Melawan Teror yang dilancarkan Washington sesungguhnya bermotifkan penguasaan ladang-ladang minyak di Afghanistan.
Disebabkan rezim Thaliban yang berkuasa tidak mau bekerjasama dengan Washington dalam hal pengelolaan kekayaan alam yang dahsyat ini maka tidak ada jalan lain rezim Thaliban harus ditumbangkan dan diganti dengan rezim boneka yang harus tunduk dan setia tanpa syarat apa pun kepada Amerika.
Untuk hal itu Amerika memerlukan pembenaran. Akhirnya dunia terhenyak tatkala pada 11 September 2001 di pagi hari, dua buah pesawat jet komersial sengaja menabrakkan diri bagai pesawat kamikaze Dai Nippon dalam Perang Dunia II ke Menara Kembar WTC. Pemerintahan George Walker Bush dengan cepat menuding Usamah bin Ladin dengan Al-Qaidahnya berada di belakang aksi ini.
Padahal dari fakta-fakta yang ada, yang didukung bulat-bulat oleh banyak profesor dari Amerika dan Eropa sendiri, Menara Kembar WTC sesungguhnya bukan roboh ditabrak pesawat, melainkan sengaja dirobohkan dengan peledakan yang terencana. Bagi yang ingin lebih jelas tentan hal ini silakan baca Eramuslim Digest edisi “911” atau lihat di You Tube dengan alamat: http://www.youtube.com/watch?v=hjL5U-2ke9w.
Selasa, 11 September 2001 Menara WTC hancur, Oktober 2001 Amerika dengan Koalisi Pasukan Multinasional menyerang Afghanistan. Tujuan Amerika satu: Mengganti rezim berkuasa Thaliban dan menciptakan pemerintahan boneka di Afghan.
Sebab itu, ketika menteri Taliban pertama di bulan Oktober 2001 menunjukkan bahwa mereka akan siap untuk menyerahkan bin Laden jika Washington akan memberikan bukti keterlibatannya dalam serangan 9 / 11. Namun Bush menolaknya.
Taliban kemudian menyatakan siap untuk memindahkan bin Laden ke negara netral jika AS menghentikan pemboman di Afghanistan, namun kali ini Bush pun kembali menggelengkan kepala seraya menegaskan jika AS hanya mau perubahan rezim. [bersambung/rz]