Kalau mau dibutiri substansinya, cukup banyak muatan RUU yang kontroversial sehingga sudah sewajarnya kalau marak penolakan dimana mana.Oleh karena itu apabila RUU HIP ini disahkan menjadi undang-undang, maka keberadaan Pancasila akan tereduksi dengan tafsir sepihak pemerintah, sebagaimana berlaku pada masa-masa sebelumnya.
Dengan sendirinya Pancasila secara hakikat sudah tidak ada dan akan berakhir pada kembalinya ideologi Sosialisme-Komunisme” sebagaimana dinyatakan oleh Profesor Suteki dari Universitas Diponegoro seorang pakar Sosiologi Hukum dan Filsafat Pancasila.
Menggali Liang Kuburnya
Setiap rejim yang berkuasa akan selalu mencatat kinerja pemerintahannya. Catatan itu bisa positif bisa juga negative tergantung dari sudut mana memandangnya. Ketika rejim sedang berkuasa bisa saja kinerja pemerintah dianggap bagus semuanya dalam melaksanakan Pancasila tapi pemerintah yang akan berkuasa kemudian akan mengoreksinya. Saat ini begitu terasa aura keinginan pemerintah yang sedang berkuasa untuk bernosltagia ke masa lalu mengenai Pancasila.
Seolah olah sedang silau dengan sosok Bung Karno sebagai pencetus lahirnya Pancasila, lalu berusaha menampilkan kembali gagasan gagasan Bung Karno tentang Pancasila. Pada hal gagasan gagasan Bung Karno sifatnya baru usulan dan belum menjadi kesepakatan bersama tokoh tokoh bangsa. Bahkan pemikiran Bung Karno tentang Nasakom yang dianggap menyimpang dari Pancasila berusaha untuk ditampilkan kembali dalam RUU haluan idiologi pancasila. Langkah ini tentu saja akan mendegradasi Pancasila yang telah menjadi kesepakatan bersama.
Mereka yang mengangkat kembali pemikiran pemikiran lama tentang Pancasila itu apakah tidak pernah berpikir bahwa mereka tidak akan berkuasa selamanya? Sehingga upayanya untuk mendesakkan konsep Pancasila yang menyimpang dari kesepakatan bersama itu bisa dimaknai sebagai langkah menggali kuburnya sendiri ditengah pandemi corona?
Bisa jadi upayanya itu berjalan mulus karena didukung oleh perangkat kekuasaan yang mendukungnya, tetapi harus diingat bahwa kekuasaan itu tidak selamanya langgeng alias selamanya. Suatu saat nanti upaya untuk mendegradasi Pancasila ini bisa “diadili” oleh rejim yang berkuasa sesudahnya.
RUU HIP ini boleh dikatakan sebagai upaya makar konstitusional oleh pihak pihak tertentu untuk mengaburkan Pancasila. Hal ini sangat ironis sekali ditengah upaya untuk melaksankaan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kalau begitu caranya tidak berkelebihan kiranya kalau Pancasila sejauh ini hanya dijadikan alat untuk rejim yang berkuasa untuk memuluskan agenda agendanya. Sebuah agenda parsial kelompok/ golongan dan bukan untuk kepentingan untuk mencapai tujuan negara.
Indikatornya sudah terbaca sejak awal mula ketika draft konsep RUU HIP bersemangat memunculkan Pancasila model lama yang kental nuansa sekulernya. Pada hal kalau mereka mempelajari sejarah lahirnya Pancasila, seharusnya sadar bahwa Pancasila lahir karena pengorbanan dan hadiah dari umat islam yang merupakan umat mayoritas di Indonesia. Dengan menggiring konsep RUU HIP menjadi sekuler, apakah mereka tidak berpikir umat islam bisa marah dalam menyikapinya?
Hal tersebut seyogyanya menjadi dasar pertimbangan dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak boleh ada sebuah RUU yang memicu terjadinya proses disintegrasi bangsa kecuali kalau itu yang menjadi tujuannya.
Apakah perjuangan keras untuk meloloskan RUU HIP ini menjadi Undang Undang menjadi spirit mereka untuk mengejar target target legislasi yang telah dicanangkannya ?. Sejauh ini mereka memang telah berhasil meloloskan serangkaian RUU kontroversial seperti Revisi RUU KPK yang telah berhasil membuat KPK tidak berdaya. Telah berhasil juga meloloskan RUU Minerba yang menguntungkan pengusaha besar dan pemerintah Pusat dalam pengelolaan Minerba. RUU Corona juga berhasil disahkan sehingga sukses mempreteli kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif di Indonesia.
Berikutnya yang sedang di incar selain RUU HIP adalah revisi UU MK dan juga Omnibus Law Cipta kerja yang sedang di pending pembahasannya. Serangkaian RUU yang berhasil di undangkan tersebut banyak mendapatkan masukan, kritik dan saran dari masyarakat tetapi show must go on semua seolah olah dipandang sebagai dinamika pembahasan saja. Yang paling menentukan pada akhirnya adalah kekuatan wakil rakyat di DPR yang saat ini memang di dominasi partai pendukug penguasa.
Alhasil ketika kritik dan masukan diabaikan dianggap sebagai angin lalu saja pada akhirnya rakyat akan pasrah menyerahkan sepenuhnya kepada penguasa.
Silahkan penguasa melukis sejarah mengenai perlakuannya terhadap Pancasila sesuai dengan seleranya. Silahkan menggali kubur untuk dirinya mumpung diberi kekuatan untuk melakukannya. Segala sesuatu ada konsekuensinya baik secara politik, hukum maupun sosialnya.
Apakah mereka memang sudah siap menanggung seluruh konsekuensinya?
Sudah siapkah mereka dilabeli sebagai rejim pengkhianat Pancasila seperti halnya rejim Orla dan Orba? (end)
(Penulis: Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi II DPR RI)