Mayjen R. Hartono ditempatkan pada “kotak mati” sebagai Komandan SESKO. Begitu Feisal Tanjung diangkat menjadi Pangab, Mayjen Hartono diangkat menjadi Gubernur Lemhanas, sebuah jabatan bintang tiga. Kemudian, pada 1994 ia menggantikan Letjen Hayoto PS sebagai Kasosspol ABRI. Pada 1995, Hartono naik lagi menjadi KSAD, dengan Panglima ABRI Feisal Tanjung maka dua perwira tinggi ABRI yang dekat dengan kalangan Islam pada pucuk pimpinan ABRI. Dua jenderal itu mendapat julukan duet jenderal santri.
Bersamaan dengan naiknya Jenderal Feisal dan Jenderal Hartono, dibentuklah sebuah lembaga think thank, CPDS (Center for Policy and Development Studies) atas prakarsa beberapa perwira antara lain Letkol Prabowo Subianto, Letkol Syamsul Maarif, Letkol Adityawarman Thaha, Letkol Kivlan Zen, dan dari kalangan intelektual sipil seperti Din Syamsuddin, Amir Santoso, Jimly Asshidiqie, serta beberapa intelektual muda lainnya. Lembaga ini dibentuk dengan maksud memberikan masukan-masukan sosial-politik, ekonomi, dan budaya kepada Mabes ABRI/TNI-AD dan pemerintah. Lembaga ini juga dimaksudkan menjadi media dialog antara sipil dan militer dan diharapkan menjadi alternatif lain dari CSIS yang merupakan thik thank Orde Baru sejak 1971.
Pada 1997, Jenderal Hartono digantikan Jenderal Wiranto dan Maret 1998 Feisal Tanjung juga digantikan Wiranto. Sementara itu, KSAD yang dijabat Subagyo HS dan Pangkostrad dijabat Letjen Prabowo Subianto. Sejak itu, tentara dipimpin oleh kalangan santri yang sangat dekat dengan umat Islam.
Firdaus Syam dan Ahmad Suhelmi dalam “Ahmad Sumargono: Dai & Aktivis Pergerakan Islam yang Mengakar di Hati Umat” mengungkap pada saat itu hubungan ABRI dengan kalangan Islam eks-Masyumi, termasuk dengan KISDI, menjadi mesra.
Sumargono memiliki kedekatan khusus dengan Letjen (TNI) Prabowo Subianto, Letjen Hendropriyono, Jenderal Subagio HS, Mayjen Muchdi PR, Mayjen Syafrie Syamsuddin dan Mayjen Kivlan Zen. Mereka disebut sebagai perwira santri. Empat nama terakhir adalah alumni Pelajar Islam Indonesia (PII) yang secara historis dan kultural orientasi Islam politiknya “berkiblat” kepada Masyumi. Tidak pernah terjadi dalam sejarah, hubungan Islam dan negara selama ini di mana Markas Kopassus di Cijantung itu dibanjiri umat Islam seperti ketika Kopassus dipimpin Mayjen Prabowo Subianto. Tanpa sungkan, Prabowo menunjukkan keberpihakannya kepada Islam. Dalam kesempatan pertemuan di Mako Kopassus – di hadapan massa Islam – Prabowo bahkan bertakbir berkali-kali.