Sejak itu permusuhan Prabowo dengan Moerdani terus membara. Prabowo sangat curiga terhadap langkah-langkah yang diambil Benny Moerdani. Sejak 1985, Prabowo memberikan keyakinan kepada kolega pendukungnya untuk hati-hati terdahap LB Moedani. Prabowo sering melakukan konsolidasi dengan koleganya sesama perwira menengah yang pro-Islam seperti Mayor Kivlan Zein, Mayor Ismed Yuzairi, Mayor Safrie Syamsuddin dan Mayor Glen Kairupan. Pertemuan kadang dilakukan di rumah Prabowo di Lembang, Bandung.
Prabowo juga menghubungi kawan-kawannya, yunior dan senior dalam rangka penguatan diri untuk menghadapi Jenderal Moerdani. Selain juga melakukan pendekatan dengan Komandan SESKOAD Mayjen TNI Feisal Tanjung dan Pangdam V Brawijaya, Mayjen TNI R. Hartono pada saat itu, serta banyak perwira lainnya yang merasa senasib dengannya dan berharap dapat mobilitas vertikal.
Sejak itu pula, Prabowo sering mempromosikan perwira tinggi yang dekat Islam untuk jabatan yang lebih tinggi, segera menggantikan pengikut Jenderal LB Moedani. Misalnya, mengerek Wiranto menjadi ajudan presiden pada 1989. Ini pula yang membuat Luhut Panjaitan “bermusuhan” dengan Prabowo. Bersamaan dengan itu, Jenderal LB Moedani mempersiapkan penggantinya berturut-turut dari Letjen Sahala Rajagukguk, Mayjen Sintong Panjaitan, Brigjen Theo Sjafe’i, Kolonel Luhut Panjaitan dan Letkol RR Simbolon. “Perang dingin” antara kelompok Prabowo dengan kelompok Luhut Panjaitan untuk mobilitas vertical pun dimulai. Satu sama lain berusaha menghambat karir pihak lawannya dengan isu-isu miring untuk menggagalkan kenaikan pangkat dan jabatan.
Pelan tapi pasti, Prabowo terlibat aktif dalam memasukkan perwira muslim untuk menggantikan kader-kader LB Moerdani di tubuh petinggi ABRI. Pada 27 Desember 1990, faksi Prabowo memperkenalkan Mayjen Feisal Tanjung kepada Azwar Anas yang saat itu menjabat Menteri Perhubungan, untuk mengisi pos strategis. Azwar Anas melaporkan perihal Feisal Tanjung kepada Pak Harto bersamaan laporan rencana peresmian Stasiun Gambir pada 8 Juni 1992. Sehari setelahnya, 9 Juni 1992, Mayjen Feisal Tanjung diangkat menjadi Kasum ABRI dengan pangkat Letjen dan akhirnya menjadi Panglima ABRI pada 21 Mei 1993.
Ada peristiwa menarik pada musin haji 1991, ketika itu seluruh keluarga besar Pak Harto yang meliputi anak, menantu dan cucu, termasuk Letjen Wismoyo Arismunandar (ipar Pak Harto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad) menunaikan ibadah haji. Orang dekat Pak Harto semuanya tak ada di Jakarta, sementara Panglima ABRI dijabat Try Sutrisno, KASAD oleh Edi Sudrajat, dan Menhankam oleh LB Moerdani.