2. Kuasa Gelap Pemberi Utang
Lembaga keuangan global dan negara negara pemberi utang berlomba lomba merebut pasar infrastruktur. Dengan demikian mereka sekaligus bisa mendapatkan pasar utang. Pemberi utang juga sekaligus mendapatkan bagi kelebihan produksi industri nereka. Pada saat yang sama mereka mendapatkan tempat untuk relokasi tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di negeri negeri mereka. Hal yang paling penting adalah negara negara maju memiliki dasar yang kuat untuk memperbesar pasar keuangan mereka. Utang semacam ini banyak didistribusikan oleh China ke kawasan Asia dan khususnya Indonesia.
Utang telah menjadi sandaran utama pemerintah dan pemerintah juga senang menyandarkan diri pada utang. Karena tidak ada jalan keluar lain yang dapat ditemukan kecuali utang. Dan memang tidak ada jalan keluar lain selain utang ditengah pelemahan ekonomi. Karena kalau tidak utang proyek ambisiusnya semua mangkrak. Aset negara disita asing, infrastruktur yang belum jadi disita asing. Akan sama nasibnya dengan Srilangka.
Pembangunan infrastruktur tidak mempertimbangkan apakah masyarakat membutuhkan atau tidak infrastruktur tersebut. pemerintah telah merancang infrastruktur dengan anggaran Rp. 4500 triliun sampai dengan Rp 5000 triliun dalam masa pemerintahan tahun 2014 – 2019. Jumlah tersebut adalah angka yang besar. Sumber pendanaannya berasal dari APBN, utang BUMN dan investasi asing langsung.
Akibatnya postur RAPBN selama tiga tahun terakhir dirancang sangat ambisius. Pemerintah tidak peduli keadaan ekonomi tengah melemah, daya beli masyarakat merosot, sehingga kemampuan pembayar pajak menurun. APBN ambisisus tampaknya disengaja agar menciptakan deficit anggaran yang kian melebar, sehingga pemerintah memiliki kesempatan untuk mengambil utang dalam jumlah besar.
Faktanya deficit APBN membengkak, jauh dari yang direncanakan. Deficit APBN 2015 membengkak menjadi 2,8% dari yang direncakan sebesar 1,9%. Defisit APBN 2017 meningkat menjadi 2,5 % dari 2,35% dari yang direncanakan. Tahun 217 juga demikian deficit APBN membengkak menjadi 2,92% dari yang direncakan sebesar 2.41%. Tahun 2017 sesuai angka defisit 2,92% untuk mendapatkan tambahan utang Rp. 471 triliun. Dalam RAPBNP 2018 pemerintah juga berencana menambah utang dalam jumlah yang relatif sama sekitar Rp 450 triliun sampai dengan Rp.500 triliun. Melebarnya defisit ini dikarenakan pemerintah gagal meraih target penerimaan Negara khususnya penerimaan pajak.