Hutang global sektor property tersebut telah menyebar ke Indonesia masuk ke dalam perusahaan perusahaan pengembang besar yang menghasilkan utang sampah sectorproperty, yang menyapu keuntungan sebagian besar perusahaan property Indonesia sepanjang 2015.
Itulah mengapa Presiden Jokowi tampaknya ingin menjadi penyelamat para taipan yang tengah menderita. Jokowi hendak memulihkan keuntungan para taipan dan cukong property Indonesia yang telah jatuh sejak tahun 2014 lalu. Caranya dengan mengijinkan asing menguasai property di Indonesia sebagai staregi dasar untuk mengangkat kembali harga property lebih tinggi lagi sebagai prasarat pembentukan utang perusahaan property lebih lanjut.
Langkah besar untuk menyelamatkan perusahaan property adalah dengan melanggengkan proses reklamasi yang terjadi di Indonesia baik di reklamasi Jakarta, Bali dan daerah lainnya. Meskpun proses reklamasi sendiri bermasalah dari sisi peraturan perundang undangan yang berlaku dikarenakan banyak sekali pelanggaran terhadap peraturan perundangan, namun proyek reklamasi tetap dipaksakan. Bahkan berbagai stimulus dan kemudahan diberikan bagi para pengembang khususnya terkait keistimewaannya dalam penguasaan tanah.
Pemerintah Jokowi akan mengizinkan orang asing untuk membeli properti minimal 200 meter persegi (2.153 kaki persegi) dan layak minimal 2,5 miliar rupiah ($ 185.000). Kebijakan Jokowi tentu akan sangat membahagiakan pemilik modal property Indonesia yakni asing yang bekerjasama dengan para taipan nasional.
Pada dasarnya sektor property Indonesia sudah dikuasai asing. Bumi Serpong Damai/BSDE sebesar 57.2%, Lippo Karawaci/LKPR sebesar 69.1%, Pakuwon Jati/PWON sebesar 57,3 %, Summarecon Agung/SMRA 68,5%, Ciputra Development/CTRA 62,6%, Alam Sutera Realty/ASRI 57,2%, Agung Podomoro/APLN sebesar 29,5 %. Perusahaan perusahaan property ini sudah dikuasai asing bukan merupakan perusahaan nasional.