Darimana uangnya? Pasti dari utang. Padahal utang pertamina sekarang sangat besar. Nilainya mencapai US$ 8 miliar atau sekitar 104 triliun. Perusahaan yang 100 persen kepemilikannya oleh Negara memang memiliki asset yang besar. Namun perusahaan bukanlah untuk mencari untung. Maka satu satunya cara untuk merealisasi proyek adalah dengan mengambil utang ke pasar keuangan. Maka secara perlahan lahan Pertamina akan menjadi ajang bancakan asing dan taipan.
BUMN energy yang paling parah sepak terjangnya adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sebuah perusahaan bancakan yang sangat empuk dewasa ini. Perusahaan dipaksa memenuhi ambisi pemerintah membangun mega proyek 35 ribu megawatt. Sebuah mega proyek yang menjadi bancakan asing dan taipan. Darimana sumber dananya? Tidak lain dari utang baik melalui tangan PLN langsung maupun menggunakan tangan Negara.
Padahal utang Perusahaan sudah menggunung. Adapun sumber utang tersebut adalah sebagai berikut 1. World Bank sebesar US$3,75 miliar, Asian Development Bank (ADB) sebesar US$4,05 miliar, Japan International Cooperation Agency (JICA) sebesar US$5 miliar, KfW Bankengruppe sebesar 1,65 miliar Euro, AFD Perancis sebesar 300 juta Euro, China Exim Bank sebesar US$5 miliar, China Development Bank sebesar US$10 miliar, dan Islamic Development Bank (IDB) sebesar US$300 juta. Selanjutnya baru baru ini PLN mengambil utang dari pasar keuangan internasional US$ 7 miliar atau sekitar Rp. 94.5 triliun. Dengan demikian maka total utang PLN telah mencapai Rp. 500,175 triliun. Ini merupakan perusahaan dengan rekor tertinggi dalam mengambil utang. Total utang PLN sebelum revaluasi asset telah lebih dari 100 % dari total asset.
Sementara laba bersih PLN berdasarkan laporan keuangan mereka hanya tahun 2016 sebesar Rp 10,5 triliun. Pencapaian tersebut turun dibandingkan laba bersih 2015 yang sebesar Rp 15,6 triliun. Pertanyaannya sampai kapan perusahaan ini dapat membayar utangnya?. Meskipun keluruh keuntungan untuk bayar utang maka dalam tempo 50 tahun belum lunas. Itulah mengapa harga listrik digenjot naik. Menteri ESDM bagaikan algojo menetapkan kenaikan harga listrik tanpa memikirkan daya beli masyarakat. Bahkan mengesampingkan bahwa kenaikan harga listrik adalah perbuatan yang tidak pantas ditengah penurunan harga batubara, gas dan minyak yang merupakan unsur biaya terbesar dalam PLN.
Selain itu, kerjasama dengan China dalam membangun berbagai mega proyek di tanah air telah menjadi prioritas utama pemerintahan Jokowi. Pemerintah Indonesia dan China telah memulai mega proyek iinfrastruktur seperti listrik 35 ribu megawatt. Pemerintah mengambil utang dari China untuk proyek kereta cepat Jakarta- Bandung, mega proyek monorel, airport dan lain sebagainya. Dalam mega proyek tersebut tentu akan banyak tenaga kerja China dalam seluruh levelnya baik buruh kasar maupun pekerja ahli yang akan masuk ke Indonesia.