Hari pertama dengan langit mendung membuat kami sempat berjalan-jalan. Menapaktilasi kota yang seluruh bangunannya berlubang atau bahkan hancur sebagian. Menjelang Asar sebuah helicopter melintas. Kami yang berada di dekat pasar melihat bagaimana kehadiran helicopter menjadi magnet penarik massa.
Mereka keluar rumah atau toko dan melihat arah terbangnya. Bukan untuk mengagumi, melainkan untuk menghindari seandainya pesawat itu menjatuhkan bom atau birmil. Kami yang dipandu Abu Muhammad, salah satu penduduk sepuh di sini, diajak ke pasar dan berlindung di bawah sebuah ruko dua lantai.
Alhamdulillah, heli tadi hanya melintas. Mungkin sekedar mengintai. Dr Romi, kepala rumah sakit Salma, memberi tahu kami bahwa sudah empat lima hari terakhir cuaca mendung sehingga tiada serangan udara.
Kami baru sadar dahsyatnya serangan udara rezim Asad keesokan harinya. Pagi yang cerah dan indah berubah menjadi kengerian dan ketakutan. Sekitar pukul sepuluh lebih terdengar suara pesawat mendekat. Para karyawan klinik pun berteriak memberi tanda, “Thayarah (pesawat)…. Thayarah!”
Kami yang tengah berada di kamar buru-buru keluar menuju koridor lantai terbawah yang diperkirakan paling aman. Seorang kawan yang tengah tertidur, kecapekan dan kurang sehat, segera dibangunkan. Segera berlindung!
Suara helicopter, yang mungkin terdengar biasa saja di tanah air, berubah menjadi horror bagi manusia. Setelah berputar-putar beberapa saat, terdngar dentuman keras di kejauhan. Inilah birmil, bom pesawat ala Basyar Asad yang kerap dibagikannya kepada rakyatnya sendiri.
Dentuman demi dentuman berjatuhan. Bumi terasa bergetar bagai gempa bumi. Kami berlindung di tengah gedung rumah sakit. Hati tergetar karena dahsyatnya ledakan. Adapun para staf rumah sakit terlihat biasa, mereka tetap ngobrol. Namun setiap kali birmil jatuh dan meledak mereka bertakbir.
Sekitar limabelas menit berlalu, pesawat itu pergi. Kami pun kembali ke dalam kamar. Kawan yang masih kurang sehat itu kembali ke tempat tidurnya. Belum sampai lima menit, suara heli terdengar lagi. Teriakan memberitahu ada pesawat dan segera berlindung segera terdengar.
Dengan enggan kawan kami tadi keluar ke koridor untuk berlindung. Setelah beberapa saat, blaar!… blaar!… Terdengar suara ledakan yang sangat dahsyat. Gedung bergetar seperti kena gempa 5 skala Richter. Kaca jendela pecah berantakan diruang seorang perawat di belakang kami.
Rupanya jatuhnya dua birmil tadi cukup dekat dengan rumah sakit. Efeknya pun terasa, kaca-kaca salah satu kamar kami pecah berantakan. Padahal kaca yang digunakan di sini cukup tebal, sekitar 5 milimeter. Kaca jendela tadi tepat berada di atas tempat tidur kawan tadi. “Alhamdulillah, entah apa yang terjadi kalau saya tetap tidur di situ,” katanya lega.
Paling tidak ada delapan birmil yang dijatuhkan di hari kedua itu. Dalam kurun waktu sekitar satu jam. Delapan kali duaratus kilogram bom berbentuk drum. Total satu setengah ton bom telah dikirimkan Basyar Asad pada rakyatnya sendiri. Alhamdulillah, tiada korban hari ini.
-Ustadz Fahmi Suwaedi, Laporan eramuslim Dari Suriah-