Kedubes, katanya, berhasil membebaskan HRS tanpa jaminan melainkan dengan lobi. Dikesankan seolah HRS bersalah dan benar ditahan kepolisian. Agak aneh memang, lagak Dubes RI ini lebih antusias dalam merespons kasus HRS dari pada berusaha mendapatkan mandatory consular notification dari Pemerintah Arab Saudi terkait ancaman hukuman mati terhadap warga Indonesia, Muhammad Zaini Misrin Arsyad yang telah dihukum pancung di Arab, Maret lalu.
Celakanya cerita sang dubes bertolak belakang dengan realita atau kisah yang sejatinya. Bahwa sebenarnya HRS bukan ditangkap melainkan dimintai keterangan oleh kepolisian. Tidak heran jika kritik dialamatkan kepada sang dubes yang dianggap tidak professional dan tendensius.
Dubes RI untuk Saudi Arabia ini menampilkan kesan kuat sebagai seorang birokrat partisan, sama sekali bukan seorang diplomat profesional.
HRS yang disimbolkan sebagai penggerak umat Islam dalam melakukan aksi 212 dan juga tokoh oposisi rezim Jokowi ini, oleh sang dubes dipersepsikan sebagai tokoh bermasalah di Saudi Arabia.
Untung saja kebenaran terkuak berkat proses fair play kepolisian di Arab Saudi dan dari pernyataan resmi Dubes Arab Saudi untuk RI di Jakarta, bahwa HRS adalah korban skenario busuk penebar fitnah di Arab Saudi. Dubes Agus pun akhirnya lebih condong mengemban tugas untuk memuluskan apiliasi politiknya ketimbangkan melindungi anak bangsa ini di luar negeri. Benar-benar kerja diplomatik yang mubazir.
Aksi Spionase oleh Siapa?
Lantas jika kembali ke pertanyaan di atas ihwal siapa pelakunya, maka jawabannya pun sebenarnya mudah diduga. Tentu saja tidak dengan menyebut aktor lapangan dari penebar fitnah ini. Tidak perlu juga menyebutkan institusi resmi yang memainkan praktik busuk ini. Akan tetapi praktik fitnah keji di Arab Saudi ini menyemburatkan kesan sebagai aksi spionase yang terencana dan bersasaran untuk membunuh karakter korbannya.